Lihat ke Halaman Asli

Kendali Demokrasi di Solo

Diperbarui: 10 November 2024   20:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekretariat Presiden

Cawe-cawe menjadi frasa yang populer di Indonesia. Bagaimana tidak, sebab pelaku cawe-cawe tersebut adalah Joko Widodo ketika ia masih menjabat sebagai presiden Indonesia yang aktif memberikan endorsment politik dan pelanggaran etik serta konstitusi bagi pilihan personalnya pada ruang publik. Joko Widodo juga berperan sebagai aktor politik yang mengubah roda politik di Indonesia. Ia berasal bukan dari kalangan elit namun ia justru menjadi momok bagi elit. Ia adalah wajah baru bagi demokrasi Indonesia. Berkat terpilihnya ia sebagai presiden, ia memanfaatkan kekuasaannya tersebut pada masa periode ke dua dengan mengubah jalan politik dan mengutak-atik konstitusi.

Joko Widodo mewariskan sebuah tren baru dimana figur individu lebih dominan dibandingkan dengan institusi partai atau yang disebut dengan tren personalization of politics (Mietzner, 2018). Musabab tren ini terjadi, tidak berjalan begitu saja. Jalan panjang Jokowi harus memasuki gorong-gorong untuk meraih simpati masyarakat dan menciptakan citra merakyat terlebih dahulu. Citra ini, membawanya sampai pada tampuk kekuasaan tertinggi sebagai presiden. Ketika Jokowi dilantik sebagai presiden, disinilah awal mula peta politik di Indonesia berubah.

Jokowi memulai perjalanan politiknya dengan membuat kebijakan populis yang dimulai dari tingkat paling bawah yaitu desa. Pada tahun 2019, diberlakukan kenaikan dana desa yang dilaksanakan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi pada saat itu yakni Eko Putro Sandjodjo. Dana desa yang semula Rp 60 triliun naik menjadi Rp 73 triliun. Kebijakan ini tidak dibarengi dengan evaluasi kebijakan untuk memonitoring perkembangan desa dengan mengutamakan asas akuntabilitas. Kenaikan dana desa ini harus buntuti oleh naiknya gaji PNS dan pensiunan serta tunjangan kerja TNI, Polri, dan Babinsa. Kenaikan gaji PNS sudah mendapat peringatan terlebih dahulu dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bahwa kenaikan gaji ini akan menjadi beban keuangan negara disamping kondisi keuangan negara yang sedang sulit. Kenaikan pendapatan operasional Bintara Pembina Desa atau Babinsa TNI melonjak 771 persen begitu pula dengan tunjangan TNI dan Polri yang diberikan berbarengan dengan gaji ke-13 (Tempo, 2018).

Gaya kepemimpinan Jokowi menunjukan pendekatan yang lebih pragmatis dan populis dibandingkan dengan presiden-presiden sebelumnya yang cenderung ideologis dan formal (Oxana Putri Fieda, 2024). Joko Widodo, pintar memanfaatkan perkembangan media massa dan media sosial. Ia membangun citranya yang kuat berkat influencer dan artis papan atas yang memiliki jutaan pengikut di media sosial. Jokowi berupaya menggiring opini publik bahwa dirinya adalah juru selamat di sebuah daerah pelosok paling ujung di Indonesia (Andhi Nur Rahmadi, 2024). Yang harus disadari bersama adalah sudah sepatutnya negara memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya dan membangun daerah yang masih pelosok dan sulit terjangkau.

Dua periode menjabat, Jokowi berubah dari tukang kayu menjadi pejabat politik yang disegani oleh para elit politik. Di akhir masa jabatan, ia memanfaatkan citra dan opini publik yang sudah terbangun dengan tingkat kepuasan masyarakat yang begitu tinggi yang dirilis oleh lembaga survei LSI sebesar 82 persen. Bekal ini dan menjabat selama dua periode, Jokowi mengaspal jalan anaknya, Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia. Ia membangun ikatan politik dengan Prabowo sejak ia memberikan jabatan Menteri Pertahanan kepadanya. Jokowi setelah menjadi figur politik yang dominan di Indonesia, mulai mengatur peta politiknya bersama Prabowo. Ia menciptakan koalisi besar bernama Koalisi Indonesia Maju yang menjadi akar politik dalam pemilihan umum legislatif hingga eksekutif dari ranah presiden dan wakil presiden serta kepala daerah.

Setelah dua periode habis dengan sisa akhir jabatannya yang penuh kontroversi, Jokowi tidak berhenti begitu saja. Di Solo, ia mengendorse banyak calon kepala daerah melalui video singkat dan pesannya untuk pembangunan daerah. Ia membuat satu demi satu pesan tersebut kepada masing-masing calon gubernur, bupati, dan walikota. Tidak hanya calon kepala daerah, Presiden terpilih, Prabowo menemui Jokowi di Solo Minggu, 3 November 2024. Setelah pertemuan tersebut, muncul video pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah yakni Ahmad Luthfi dan Taj Yasin tampil bersama Prabowo di bagian tengah depan dengan menyampaikan pesan sekaligus memohon dukungan masyarakat Jawa Tengah untuk memilih calon yang didukungnya dengan Jokowi.

Di Solo, Jokowi tidak diam. Ia ikut cawe-cawe pemilihan kepala daerah di Indonesia dengan mengatasnamakan keberlanjutan dan sinergitas program pusat ke daerah. Langkah-langkah Jokowi ini, mematikan nilai demokrasi itu sendiri. Ia menghalalkan segala cara salah satunya dengan membuat Presiden Indonesia turun langsung untuk masalah pilihan rakyat. Jika ini terus terjadi, demokrasi jadi milik perseorangan, demokrasi hanya dinikmati dan dimainkan oleh segelintir orang, demokrasi dikendalikan di Solo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline