Lihat ke Halaman Asli

Kilurah

Pecinta sastra

Fourth Economics System

Diperbarui: 6 Juli 2015   10:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Saya mohon maaf. Saya seorang muslim. Bagi Anda yang berkeyakinan lain, boleh jadi Anda akan menjumpai tulisan yang kurang sesuai dengan nilai kebenaran Anda. Oleh karena kompetisi ini bertemakan Islamic Banking, sudut pandang penulisannya juga berasal dari agama Islam. Barang kali kalau ada kompetisi Christian Banking atau Jewish Bank, tentu akan berbeda jalan ceritanya. Mari kita mulai.

Ada tiga agama besar di dunia yaitu Yahudi, Islam, dan Kristiani. Masing-masing agama memiliki klaim kebenarannya sendiri. Mulai dari konsep ketuhanan hingga konsep kemanusiaan. Perbedaan-perbedaan yang ada tidak jarang menimbulkan perpecahan bahkan permusuhan. Namun, kita tidak tertarik untuk mempertentangkannya di sini. Kita ingin mencari teman, bukan musuh! Seperti kata pepatah: Musuh satu lebih banyak dari pada teman seribu. Punya banyak teman ‘kan enak pergi ke mana-mana. Ke pasar aman, ke sekolah nyaman. Syukur-syukur dapat bertemu di warung kopi lantas kita saling berebut untuk mentraktir. Perut kenyang, pikiran lapang. Betapa indahnya persatuan.

Oke, sepakat! Kita teman, apa pun agama Anda. Apa pun kepercayaan Anda. Sekarang mari kita lihat, ada berapa banyak kartu ATM yang Anda punya? Dua, tiga, empat? Pertanyaan selanjutnya di bank manakah Anda menyimpan uang Anda. Saya mempunyai tiga rekening, satu di Bank Pembangunan Daerah, di BRI, satu lagi Bank Muamalat. Dengan semua pertimbangan yang Anda miliki, tentu Anda berhak menentukan di mana akan menyimpan uang Anda sendiri. Akan tetapi, saya lebih suka menyimpan di Bank Muamalat dalam jumlah lebih besar. Perbandingannya jika di sana saya isi satu juta rupiah, di rekening lainnya tersisa maksimal seratus ribu rupiah saja. Mengapa? Apakah karena sepupu saya bekerja di sana? Bukan. Bukan itu.

Perbankan, apapun nama banknya, adalah bagian dari sistem ekonomi. Sistem ekonomi berbeda dangan ilmu ekonomi. Demikian tulis Hafidz Abdurrahman dalam Diskursus Islam Politik dan Spiritual. Jika ilmu ekonomi membahas bagaimana sebuah barang/jasa diproduksi, maka sistem ekonomi berbicara pada tataran bagaimana hukum/pandangan terhadap kepemilikan kekayaan, termasuk di dalamnya bagaimana cara pengelolaannya.

Secara sederhana sistem ekonomi minimal ada tiga, didominasi oleh negara, didominasi oleh pasar, dan campuran antara dominasi negara dan pasar. Tidak mungkin sebuah sistem yang berlaku disebuah perbankan lepas secara mandiri dari sistem ekonomi yang dianut oleh sebuah negara. Perkembangan yang terjadi belakangan ini, sistem campuran menjadi primadona di mana saja di seluruh belahan dunia. Negara membuat kebijakan lalu membiarkan pasar beroperasi asal tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan. Ibaratnya, melepaskan kepala kucing namun ekornya masih dipegang. Lantas, manakah di antara ketiganya yang merupakan sistem terbaik? Maaf, saya tidak tahu. Saya masih belum layak untuk membuat kesimpulan. Boleh jadi ada sistem keempat yang memiliki landasan berpikir berbeda dari ketiganya.

Hal yang "berbeda" inilah yang saya temukan di Bank Muamalat. Bisa dikatakan luar bisa. Sistemnya lebih menentramkan hati. Tentu saja hati Anda berhak berkata lain. Lalu, dari mana datangnya ketentraman itu? Mari kita lanjutkan.

Sepanjang pengetahuan saya, terdapat dua hal mendasar dari dunia perbankan: nasabah menyimpan uang, bank memberikan pinjaman. Terus terang saya tidak tertarik pada iming-iming bagi hasil sebagai "dampak baik" dari kegiatan menabung. Terlalu kecil! Ketentraman itu timbul jika bank memberikan pinjaman kepada mereka yang memerlukan. Saya yakin sebagian dari uang pinjaman tersebut berasal dari uang saya. Jika bisnis yang dijalankan peminjam sukses, tidak jadi masalah. Bagaimana kalau gagal? Di sini letak luar biasanya bank dengan konsep "beda". Pokok pinjaman tetap harus dikembalikan ‘kan? Namun kerugian peminjam ditanggung bersama antara bank dan peminjam. Terus apa keuntungan bank? Tidak ada! Yang penting kembalikan saja pokok pinjaman, gak usah pakai tambahan segala. Ilustrasi sebagai berikut:

Paman Anda meminjam Rp 100 juta kepada bank X, dengan bunga fixed selama 4 tahun sebesar 2 % per tahun. Uang tersebut dipakai untuk membuka peternakan sapi. Selama dua tahun, peternakan sukses sehingga menghasilkan keuntungan Rp 40 juta. Berapa sisa uang paman Anda? Katakanlah untuk membayar pokok pinjaman selama dua tahun adalah Rp 50 juta, bayar bunga selama dua tahun Rp 4 juta, uang masuk dikurangi uang keluar menghasilkan sisa Rp 86 juta. Lumayan, keuntungan paman masih Rp 36 juta (anggaplah yang Rp 50 juta masih duit pinjaman).

Memasuki akhir tahun keempat terjadi musibah gempa dahsyat dengan kekuatan 7,8 skala richter. Peternakan paman terkena dampaknya. Banyak sapi mati. Kerugian ditaksir Rp 80 juta. Bagaimana ini, padahal paman harus membayar Rp 50 juta ditambah Rp 4 juta ke bank? Tidak peduli untung atau rugi, sebesar itulah yang harus dilunasi. Oke lah yang Rp 50 juta setuju. Masak harus tambah Rp 4 juta lagi? Paman ‘kan sedang tertimpa musibah?

Bayangkan hal ini terjadi juga pada ayah Anda yang tercinta, sepupu teman Anda, tetangga Anda yang sering memberi kue, kenalan Anda dan lima miliar orang di dunia. Untuk itulah kita memiliki tanggung jawab moral memindahkan isi tabungan biasa ke dalam tabungan luar biasa. Bayangkan hal ini dilakukan oleh lima miliar orang di dunia. Boom!Terjadi Breaking News di mana-mana. BBC menyiarkan: Pemirsa terjadi fenomena aneh dalam perekonomian dunia. Orang-orang berbondong-bondong menguras rekening konvensional mereka lalu menumpuk saldo di sebuah rekening bank yang konon katanya mengutamakan keadilan. Hampir 99 persen bank yang sejak lama mendominasi dunia perbankan kolaps...

Satu minggu kemudian, majalah Time melaporkan terjadinya revolusi besar di seluruh dunia. Bank sentral di setiap negara meninggalkan sistem lama dan beralih ke sistem baru. Sebuah sistem yang menjunjung tinggi keadilan dan kemanusiaan. Semua itu berawal dari rekening yang Anda miliki!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline