Mundur jauh menerawang ingatan 5 tahun lalu, Hari Selasa tanggal 10 Desember 2019, pukul 20.30 aku sedang termenung di Peron Commuter Line Kebayoran Lama. Tidak biasanya malam itu suasana peron agak lengang, sepi senyap yang menyempurnakan kesunyian bathinku.
Dalam perenungan aku berfikir untuk terus berusaha menikmati detik demi detik suasana saat itu yang kemungkinan besar menjadi suasana terakhirku ketika itu. Hari itu aku mengambil keputusan besar untuk resign dari perusahaanku. temaram lampu kerlap kelip dari gedung bertingkat dikejauhan aku pandangi searah demi searah. aku mencoba merangkum dalam ingatan suasana sebagian kecil jakarta Selatan dimalam hari.
Aku mencoba menikmati irisan fase kehidupanku, perjalanan hidupku yang puluhan tahun sudah dijalani pulang dan pergi jakarta - Tangerang berselang-seling menggunakan berbagai moda transportasi. dari sepeda angin alias bike to work, motor roda dua, kendaraan pribadi, dan pilihan paling pas kemudian seringkali menggunakan Commuter line,tergantung mood hari ke hari. sambil berselonjor kaki aku meraih air mineral dari ransel eiger pavoritku. hampir 5 tahun ransel lusuh itu aku gunakan. satu dua orang lewat di muka tempatku tumpah badan di kursi peron.
Dalam rasa kantuk, ditemani hawa segar udara malam aku kembali flashback ke siang hari sebelumnya ketika aku memutuskan resign. ada rasa bersalah. namun aku mencari penguat dan pembenaran atas keputusanku. aku meyakinkan diri mengambil kesempatan program pensiun dini dari perusahaan. beberapa rekan kerja tampak tidak percaya atas keputusanku. menyesal?? antara iya dan tidak. bimbang iya, tapi... ah sudahlah. aku sudah mengambil keputusan.
Pilihan ingin mencari ketenangan bathin, bercampur dengan kelelahan phisik, kerumitan menghadapi kebijakan perusahaan dan juga desakan target memaksa "panah mental" melesat mencari sasaran tembak. setelah 2 hari merenung, surat keputusan direksi terkait program pensiun dini bagi karyawan aku kunci menjadi "face target". Aku terlambat menyadari ternyata aku dilanda "burnout"
ya..aku lelah menghadapi kebijakan perusahaan yang sangat-sangat tidak kompak antara jajaran direksi, manajer dan juga pelaksana dibawah. Penegakan KPI dan pelaksanaan Kontrol tidak jalan. laporan-laporanku terkait temuan dilapangan tidak diolah dan dicerna oleh para pengambil keputusan.
Dan endingnya...aku dibebankan tanggungjawab atas mangkraknya puluhan miliar rupiah asset di gudang di cabang-cabang. Asset AYDA yang bertumpuk atas kesalahan analisa penggelontoran dana. kecurangan para pelaksana dan ketidakbecusan pimpinan wilayah mengontrol bawahannya. "Geblek' gumamku.
ah...sudahlah. aku terlalu jauh menerawang. ngelantur. usah mencari kesalahan pihak lain. salah satu mentorku, sekaligus atasanku memberikan wejangannya : "Nur, kalau kamu mau maju dalam segala hal, jangan pernah punya mental mencari-cari kesalahan diluar dirimu" tambahnya : " belajarlah mencari kelemahan dan kekurangan dalam dirimu sendiri" nasihat ini selalu aku kenang sampai saat ini.