Di awal musim Arsenal digdaya di atas singgasana puncak EPL. Asa mengakhiri puasa gelar sejak 2005 mulai membuncah. Tak hanya dari internal The Gunners dan fans setianya, banyak pengamat saat itu mengarahkan prediksinya kesana dengan syarat Arsenal konsisten. Sayang, syarat yang diajukan para pengamat tak dipenuhi anak asuhan Arsene Wenger. Meriam London kambuh.
Secara mental, sejak dibantai Manchester City 3-6, Arsenal tak pernah lagi ke puncak mental. Fakta pembantaian ini yang membuat semuanya menjadi semakin ironi. The Gunners (pistol) yang harusnya memiliki mental menembak, seperti meriam yang dijadikan lambang klub, justru bermental tertembak. Mikel Arteta dkk menjadi lumbung gol sesama tim elite Liga Primer Inggris.
Pasca dibantai The Citizens, giliran The Reds Liverpool mengubur dalam-dalam Arsenal di Anfield 1-5. Daniel Sturrideg cs bahkan unggul 4-0 dalam waktu 20 menit!. Padahal tiap lini mereka tak kehilangan seorang pun. Tidak seperti halnya saat bersua Chelsea akhir pekan kemarin. Mereka kehilangan Kieran Gibbs karena mungkin disangka mirip dengan Alex Chamberlain. Tapi kontroversi kartu merah tersebut bukan alasan, sekalipun Gibbs luput pasti Chamberlain yang kena. Angka berakhir 0-6 untuk Chelsea.
Entah apa yang selama ini dijangkiti Wociej Sczesny sampai Olivier Giroud. Kerap bermain bagus di awal musim, bahkan sepanjang musim, sayang tak mampu berprestasi bagus. Kedatangan Mesut Ozil di awal musim sebenarnya dapat menambal alasan yang sering diapologikan: materi pemain yang masih hijau.
Di partai ke 1.000, Wenger dihadiahi Mou enam bola. Sembilan tahun tanpa gelar. Setelah semua yang terjadi di 9 dari 16 tahun tersebut, masihkah terpampang spanduk di salah satu tribun Ashburton Grove: In Arsene We Trust?.