Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Barata

Marketing Perbankan

Menikung (4)

Diperbarui: 9 Maret 2022   22:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Dimas beranjak ke belakang. Kusnadi, mengibas-ngibaskan air hujan dari jaketnya. Rambutnya disisir ke belakang menggunakan tangan. Meraba-raba saku, mencari rokok. Namun ketinggalan. Dia duduk  bersandar di kursi sambil menatap langit-langit. Pada ke mana rumahnya sepi? Berliburkah? Biasanya suka ramai. Adiknya Mira ada empat orang. Apa lagi Tantan, yang paling nakal. Kalau Kusnadi datang pasti menghampiri. Menceritakan segala hal, maklum anak baru empat tahun.

Kusnadi hanya melirik dengan sudut matanya saat Mira muncul dari tengah rumah. Rambutnya dikibas-kibaskan ke belakang, masih mengenakan dastet.

"Sampai harus pegel menanti Tuan Putri bangun." kata Kusnadi.

Mira hanya tertawa.

"Nggak tidur kok, cuma rebahan."

"Sambil mimpi." balas Kusnadi sambil mengeluarkan surat dari Zulkarnaen, dari saku bajunya.

"Ini surat dari Kang Zul." ujarnya. Suratnya diserahkan ke Mira.

"Surat apa?"

"Baca saja."

"Sebentar ya." kata Mira sambil mengusap matanya. Pergi ke kamar. Sekeluarnya sudah memakai kacamata.

"Surat apa Kus?" tanya Mira sambil meraih surat dari atas meja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline