[caption caption="Gala Premiere"][/caption]
Siapa yang menyangka pemain sinetron muda, Prilly Latuconsina berhasil melakukan lompatan besar dengan membintangi film layar lebar? Pemain muda yang identik dengan gaya childish ini, mampu membuktikan dengan melebarkan sayap karirnya. Surat Untukmu menjadi debut pertama Prilly yang berperan menjadi Gendhis. Film karya sutradara muda Harris Nizam ini menjadi film karya ketiganya setelah Surat Kecil Untuk Tuhan dan Hasduk Berpola. Film karya Aletta Pictures ini menjadi bukti bahwa kemampuan artis muda Indonesia semakin baik dengan totalitas yang patut diacungi jempol.
Tidak mudah bagi seorang artis berpindah kuadran peran, dari layar televisi ke layar lebar. Proses produksi yang melibatkan ratusan orang tentu bukan hal yang mudah jika artis itu sendiri tidak siap totalitas. Membaca skenario yang lebih panjang, lokasi syuting yang lebih banyak dan menantang, harus mampu berkolaborasi dengan jumlah pemain yang lebih banyak dan beraneka karakter. Namun, ternyata Prilly mampu membuktikan totalitasnya dalam film ini.
Terbiasa berbicara dengan Bahasa Indonesia dengan dialek luar Jawa, tentu bukan hal yang main-main ketika harus berdialek Jawa khas Dieng. Melafalkan bahasa Jawa perlu konsentrasi tingkat tinggi, apalagi bagi pemain yang bukan asli orang Jawa. Dialek Jawa banyak mendominasi dialog dalam film. Mengambil segmen remaja dan keluarga, film ini mampu menghadirkan bagaimana seharusnya sebuah keluarga saling mendukung dan menyanyangi.
Cerita Surat Untukmu sebenarnya sederhana, namun sarat makna loh. Film bercerita tentang usaha Ghendis, seorang siswi SMA di kawasan Dieng, Wonosobo yang memendam kerinduan pada sosok ibu yang tidak pernah dikenalnya. Ditinggalkan sang ibu sejak bayi, Ghendis harus puas hidup bersama bapaknya (Tio Pakusadewo), Budhe Sri dan sepupunya Esti. Di didik dalam adat Jawa, Ghendis tetap sopan dan hormat pada bapaknya, meski harus menelan kekecewaan karena menahan keinginannya untuk mencari ibu.
Namun, peluang untuk ke Jakarta terbuka ketika ada lomba menggambar. Merayu bapaknya untuk mengijinkan memperlihatkan baju kebesaran Wayang Orang-nya untuk dilukis, tetap gagal. Kesempatan datang ketika bapaknya pergi ke Yogya untuk manggung, mengendap-endap masuk ke kamar, mengambil baju wayang orang, namun kejutan menanti Ghendis. Dari balik baju wayang, berhamburan surat-surat bapak pada ibu yang selalu gagal terkirim.
Syok, terpaku hingga hanya airmata yang keluar. Ghendis semakin bingung, bagaimana memecahkan teka-teki dimana ibunya berada. Namun, kesempatan baik itu datang, Ghendis menjadi juara 1 dan berhak mengikuti Kemah Nusantara di Jakarta. Kesempatan ini tidak disia-siakan. Bertemu dengan teman-teman dalam grup Octopus, Ghendis menemukan persahabatan yang hakiki. Mengambil resiko meninggalkan acara kemah, Ghendis dan teman-temannya menelusuri Jakarta, Cirebon, Karawang dan berkesempatan mengunjungi toko batik Trusmi Cirebon, bermodalkan potongan kecil kain batik.
Satu poin plus saya berikan pada film ini ya. Sutradara Harris Nizam ternyata memberikan sesuatu yang berbeda pada film ini. Ternyata, meski film drama tidak meninggalkan pesan dan pengetahuan. Dalam proses pencarian, Ghendis menggunakan metode pencarian dan penghitungan berdasarkan hitungan hasta, ukuran, dan ruang berdasarkan hitungan Mesir Kuno dan Sumeria.
Sungguh, buat penonton seperti saya yang awam dan alergi dengan matematika, film ini memberikan pengetahuan dan mencerahkan, Karena matematika itu sendiri tidak harus ditakuti. Salut ya untuk penulis skenario dan sutradara yang berani menampilkan sesuatu yang berbeda. Film ini juga sarat makna akan arti persahabatan. Bahwasanya persahabatan itu indah jika dilandasi kasih sayang dan ketulusan.
Bagaimana akhir kisah Ghendis ya? Apakah dia berhasil menemukan ibunya? Bagaimana perjalanan mencari ibunya, apakah dia banyak menemukan pelajaran berharga? Penasaran, kan? Buat kamu yang sayang ibu dan menghargai persahabatan, ingin menikmati keindahan Dieng dan daerah lainnya, WAJIB nonton film ini yang tayang tanggal 25 Agustus 2016 ;)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H