Tulisan saya yang berjudul Aneh, Lomba Menulis Tapi Tak Ada Pemenang memang cukup keras menampar editor dan pihak penerbit yang saya singgung di sana. Cukup bikin deg-degan karena saya nggak segan-segan nyebut nama penerbit. Pengennya sih diangkat admin jadi HL atau TA biar dibaca lebih banyak orang. Tapi saya tahu opini saya terlalu keras. Lagipula Kompasiana sudah beberapa kali menjalin kerja sama dengan Mizan, dalam proyek buku-buku komplikasi eh kompilasinya. Cukup seneng karena artikel saya itu cuma mejeng di highlight. Yang unik menggelitik Edi Akhiles sang Editor Penerbit Diva Press buka suara di social medianya di https://www.facebook.com/edi.akhiles. Sebagai penulis yang konon populer dan punya hati yang tulus mengembangkan minat menulis anak muda, beliau menguntaikan statusnya bahkan share link artikel saya juga. Wah, menurut saya itu keren Pak!
Berikut beberapa komen yang muncul di fanpage Diva Press Kurnia Dwi Pertiwi lebih baik kalah daripada nggak ada kejelasan Erlin Intania Lomba - kompetisi - kejuaraan. Satria Sastromihardjo intinya, nerbitin buku di publisher mayor itu: kudu punya kenalan orang dalem, kekuasaan (jabatan/uang/nama), dan keberuntungan. #rusuh Lindsay Lov' DKJ pernah ga ada pemenang juara 1 nya, juara 2 dan seterusnya ada Tari Almira Sn Tentu saja tidak aneh jika memang tak ada satu pun tulisan yang lulus standar juri. Tapi kalau sudah ada nominasi tapi gak ada satu pun pemenang ya aneh. Lebih baik ditiadakan sejak awal daripada php. Giantsugianto Sg lomba tanpa pemenang? tidak saja aneh, itu bukan lomba, itu pengajuan naskah! kalaupun tidak ada juara 1 pasti ada kreteria turunan juara dibawahnya, minimal juara favourite. Saya paling geram dengan lomba yang demikian. Memandang gampang jerih keringat peserta. Menggampangkan cara pandang yang bersifat ego sentris pribadi atau kelompok. Dan para peserta itu akan mengingat pada lomba mendatang, juga mention ke jalur pertemanan sesamanya. Ingat itu! Gita Kwee Aneh lah.....meski penulis amatir blm berpengalaman atau apalah....tp jerih payah melahirkan sebuah karya bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Penulis senior yg karyany telah terbit dan selalu jadi bestseller sebelumnya juga pernah merasakan masa2 sebagai penulis amatir. Mengirimkan karya mengikuti sebuah lomba, bukanlah tanpa sebuah usaha, jika diabaikan dan tanpa kejelasan dengan ditiadakannya seorang pemenang rasanya lomba tersebut hanya ajang "mencuri ide"saja. Aku sendiri sudah malas mengikuti lomba2 seperti itu, yang kesannya hanya diperuntukkan bagi penulis bernama atau yang sudah dikenal saja. Kalau mau menulis sebaiknya tulis dan kumpulkan lalu terbitkan sendiri. Biarkan pasar nanti yang menilai baik atau tidak tulisan kita. Lomba tanpa pemenang itu aneh. Pengumpulan karya tanpa satupun yang terpilih itu namanya submisi karya. Kalau lomba belum ditemukan pemenangnya, bisa diperpanjang lombanya dan paling enggak karya yang masuk nominasi mendapatkan masukan dari juri mengenai kekurangan dari karya tersebut dan sisi mana yang bisa diperbaiki kedepannya.... Apalagi jika jelas-jelas lomba terbuka untuk penulis amatir, lalu kriteria yang dipermasalahkan adalah.standar sebuah karya yang pantas diterbitkan atau tidak. Kan tidak dijelaskan kalau lomba menulis itu hanya boleh dan bisa diikuti oleh penulis yg tahu dan mengerti standar layak terbit sebuah penerbit mayor, sementara yang gak mengetahui standar yang dimaksud sebaiknya tidak usah ikut atau bersiap - siap untuk diperlakukan seenaknya..... Giantsugianto Sg Seekor kuda mencopot kacamata kudanya. Diujung sabana tampak kuda betina nan elok. Kuda itu lari menghampirinya. Tak peduli hijau daun atau pecahan batu dibawah kakinya. *kuda pedati beda dengan kuda perang Semesta Kecil Saya pernah bekerja dipenerbit buku, yg seperti ini biasanya alasan penerbitnya j. Karena ngga' ada dana untuk melanjutkan projectnya, untuk membeei royalti kepada para pemenang maupun mencetak plus menerbitkan Achmad Ali Akbar sebetulnya bukan hadiah yang penting... tapi kemauan untuk menghargai orang lain lah yg penting... dalam rangka menghargai peserta lah yang mestibya dibangun oleh panitia.. tidak hanya prleserta saja yg menghargai panitia ... adapun hadiah adanya juara itupun merupakan bentuk penghargaan dan kehormatan bagi peserta swhingga ia semakin bergelora dalam menulis ... saya kira senior dalam "industri" kepenulisan harus memahaminya ... Zhang Idawati Kalau mau begitu harus dicantumkan sejak awal di prasyarat, bahwa ada kemungkinan tidak ada pemenangnya kalau juri menganggap tidak ada yg layak. Kalau gak, ya gak fair lah. ---------------- Alhamdulillah, akhirnya banyak yang bersuara sama saya. Dua lomba Diva Press itu dilakukan awal tahun lalu diumumkan medio 2014 tapi TAK ADA SATU PUN YANG PROTES ATAU KRITIK KERAS SAMPAI SAYA MELAKUKANNYA. Semoga Penerbit Diva Press bisa lebih baik lagi. Ini adalah bentuk kecintaan kami para penulis muda kepada penerbit. Terima kasih pula pada Bentang Belia yang sudah memberikan konfirmasi terbuka di artikel saya yang pertama. Kasus kalian tidak sama dengan kasus dua lini yang ada. Hajatan Bentang Belia sudah ada pemenang namun menunggu waktu untuk diterbitkan. Case closed. :D Sedikit apdet, pihak penerbit terkesan arogan Sc: https://www.facebook.com/notes/penerbit-diva-press/lomba-menulis-bergurupadahadits/817629261612193?comment_id=817650661610053&reply_comment_id=817783118263474&offset=0&total_comments=49&ref=notif¬if_t=note_reply
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H