Lihat ke Halaman Asli

Mengapa KPK Banjir Simpati Publik?

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KPK seperti menjadi pahlawan umat manusia yang ada di Indonesia. Apalagi saat kepolisian "menciduk" wakil KPK kemarin. Hashtag #SaveKPK pun jadi trending topic dunia. Apa ya yang menyebabkan publik suka pada KPK? Sampai-sampai penangguhan tahanan BW yang diputuskan pagi-pagi buta ini menjadi euforia tersendiri

Jawabannya pasti klise. KPK dianggap sebagai institusi independen yang gemar menciduk pelaku korupsi. Komisi buatan SBY ini memang punya  taring khusus terutama di saat-saat berdiri. Tapi selanjutnya malah jadi alat politik dengan gemar menyandera pejabat publik. KPK terkesan seenaknya dalam menetapkan sesesorang sebagai tersangka. Terindikasi memiliki tujuan atau menuntaskan satu agenda. KPK terkesan disetir oknum. Dari banyak pejabat publik yang jadi tersangka, penangannya amatlah lama. Alibinya karena masih dalam proses penyidikan. Walhasil, orang yang jadi tersangka masih bebas berkeliaran. Seakan-akan status tersangka itu cuma predikat.

Indikasi KPK jadi alat politik adalah saat KPK turut serta mentersangkakan beberapa menteri di kabinet SBY agar pemerintahan SBY ini dinilai kotor. Apalagi momennya "tepat". Menjelang pileg. Saat masa kampanye KPK malah mentersangkakan SDA yang tergabung dalam KMP. Koalisi ini pun dapat cap jelek dari sebagian masyarakat. Jadi dugaan kalau KPK ini tebang pilih dan disusupi kepentingan, memang sudah mengakar sudah lama.

Baik KPK atau Polri, sama-sama punya kontribusi kepada kita masyarakat. Tapi mengapa saat ada kasus seperti ini publik malah mengantagoniskan salah satu dan mempahlawankan yang satunya? Ada baiknya bisa berpikir jernih dan tidak memihak.

Jadi lebih baik bikin hashtag #SaveIndonesia ketimbang #SaveKPK. Saya lebih setuju begitu, bagaimana dengan Anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline