Tempat ini banyak meninggalkan jejak kenangan yang tidak bisa terlupakan, dari mulai pertama kali muncul ke bumi sampai menginjak usia belasan tahun. Kebersamaan yang selalu ditawarkan oleh penghuni rumah hingga lingkungan yang penuh kekeluargaan.
Rumah yang teduh, yang diciptakan seorang Ibu. Rumah yang hangat dirancang khusus oleh Nenek. Dua orang dengan kelembutan hati dan kebesaran jiwa menjadikan suasana di rumah ini jadi bernyawa, tumbuh suka cita. Mereka berdua selalu menghidupkan rumah atau kampung halaman ini dengan hati.
Apalagi yang ingin diucapkan, surat apa yang ingin disampaikan. Penghuninya sudah tidak ada, hanya ada bangunan serta kenangannya saja yang kini masih membekas dan susah lupa.
Hanya ingin mengucapkan beberapa doa lewat bait-bait dalam surat, serta rasa syukur yang tiada henti sebab tanpa mereka mungkin tidak akan merasakan kebahagiaan atas kampung halaman. Terima kasih atas kesempatan yang pernah ada.
Surat untuk Kampung Halaman yang Sunyi
Kepada: Penghuni Surga Serta Penghuni yang Tersisa di Rumah
Dari: Aku yang pernah menetap dan ada
Maaf karena lebaran kali ini aku tak datang, masih bergelut dengan luka yang belum sembuh dan sulit menatap lebar. Maaf bukan hanya tak datang di rumah, tapi juga tak datang ke kuburan, tapi aku tak lepas pandang untuk selalu mendoakan untuk surga yang terbuka lebar. Lantunan doa disepanjang malam selalu ku persembahkan untuk lapangnya kubur dan tenangnya jiwa di beda alam. Ini untuk Nenek tua yang berhati mulia, yang selalu menyayangi anak cucunya sepanjang masa. Memperlakukan cucu layaknya anaknya. Saat Mama kembali pergi, orang dengan garda terdepan adalah Nenek menggantikan perannya dan takut apabila kemalangan terjadi pada kita.
Terima kasih atas jasa yang tak terhingga. Terima kasih sudah membesarkan kami tanpa adanya rasa amarah, terima kasih selalu mempersembahkan cinta. Walaupun saat itu nampak dengan jelas orang dengan pukulan, alat pasung, hingga obat-obatan yang lekat terlihat jelas dikepala letak dan bunyinya. Tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan apa masalah yang dialami, hanya mengenali kebaikan yang ada dan mencoba menutup kenangan buruk yang tersisa. Tidak, aku tidak ingin mengingat keburukan.
Hal itu hanya akan menjadi sebuah pelajaran untuk tidak mengabaikan orang, pahami perasaan orang, tidak menyakiti orang dan ungkapkan apa yang harus diungkapkan. Selebihnya aku mengingat semua kenangan indahnya, setiap ulang tahun yang dirayakan sederhana oleh Mama, bermain bersepeda ke halaman dekat rumah sampai ke jalan raya hingga Mama yang kualahan menyuapi makanan saat anaknya bermain sepeda. Mengantarkan sekolah hingga menjemputnya, membagi waktu untuk aku serta adik yang bersekolah TK, semua hal menarik dan terbaik diberikannya untuk kita.
Pojokan rumah jadi tempat paling nyaman untuk menangis tersedu ketika keinginannya tidak terpenuhi dan orang tua selalu tahu tempatnya. Bermain masak-masakan dengan kompor kecil legendaris, membuat serabi dengan alat tanah liat yang dibeli, lingkungan yang supportif, mengelilingi kebun untuk mencari kacang, blengong bahkan hingga bengkoang yang tumbuh secara liat.
Berjualan es lilin untuk disediakan di lapangan yang biasa terisi oleh anak-anak pria yang bermain bola, bermain di sungai mencari ikan, dan pergi ke sawah untuk mencari sayuran serta mencari jerami yang sudah terisi oleh jamur yang siap di makan, mengorek tanah yang berlubang dengan meniupnya menggunakan sedotan untuk mengambil undur-undur yang kemudian ditimbang dan dijual yang nantinya akan dijadikan obat bagi si pembeli semua hal bisa dilakukan saat masa itu di kampung halaman.
Dan semuanya menjadi kenangan indah yang tidak bisa dilupakan anak tahun 90an pada masanya. Doa yang baik menyertai kalian Ma, Nek. Mama dimanapun berada sehat dan bahagia selalu, Nenek baik-baik disana semoga surga lapang untungmu, Aamiin.
Untuk penghuni yang tersisa uwa beserta adik laki-laki, tetap rukun dan sehat selalu, maaf sebab belum bisa untuk melakukan banyak hal yang baik. Terima kasih untuk menjaga rumah dengan utuh. Terima kasih, maaf hanya itu yang mampu tersampaikan. Untuk kampung halamanku di Balerante, terima kasih atas lingkungan yang menyenangkan, dipenuhi orang yang baik tanpa adanya mengganggu dan menenggor tetangganya. Kalian luar biasa menciptakan lingkungan dengan tentram dan penuh cinta. Jika dapat memilih, aku lebih baik tidak pernah pergi dari kampung halaman, sebab kini justru asing dan terlihat lepas pandang.
Salam sayang dariku, yang kini tidak lagi punya kampung halaman, melainkan rumah yang berisi kobaran api yang belum padam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H