#AyoDietKarbon, ditulis dalam rangka memperingati Hari Habitat Dunia (HHD) dan Hari Kota Dunia (HKD) pada Bulan Oktober)
Masih ingat belasan orang meninggal saat terjebak macet dalam arus mudik tahun 2016 silam? Salah seorang di antaranya diberitakan keracunan karbon dioksida (CO2) setelah mobil yang ditumpanginya terjebak macet selama berjam-jam menjelang pintu keluar tol Brebes Timur.
Itu adalah sejumput kisah tentang betapa berbahayanya zat karbon itu. Kalau kita tak waspada mengantisipasinya, maka nyawa taruhannya. Kesehatan kita memang bisa terancam kalau sering terjebak kepadatan lalu lintas.
Sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa risiko serangan jantung meningkat sekurang-kurangnya satu jam setelah seseorang terjebak kemacetan. The New Zealand Herald melaporkan bahwa gas buang dari knalpot kendaraan, kebisingan, dan stres kemungkinan merupakan penyebab utama melonjaknya risiko serangan jantung.
Tren peningkatan konsentrasi CO2 menunjukkan adanya peningkatan suhu. CO2 dan suhu meningkat tajam sejak tahun 1950-an. Hal ini dikarenakan, industri mulai tumbuh pesat sejak berakhirnya perang dunia ke-2. Peningkatan jumlah industri dan kendaraan bermotor meningkatkan juga emisi CO2 ke atmosfer. Selama lebih dari 140 tahun terakhir, penebangan hutan, pembakaran bahan bakar fosil, telah menaikkan konsentrasi di atmosfer sebesar hampir 100 ppm. Peningkatan suhu telah memicu perubahan iklim yang drastis. Bisa menimbulkan bencana alam secara drastis, seperti angin ribut, topan, dan banjir.
Mengingat akan bahaya emisi karbon bagi kesehatan dan lingkungan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai salah satu pembicara dalam dialog anggota C40 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengusulkan program untuk mengatasi dampak perubahan iklim dan upaya dalam pengurangan emisi karbon.
"Pemerintah kota memiliki tugas untuk menyediakan lingkungan tempat tinggal yang layak huni bagi para warga kotanya. Hal ini termasuk dengan mengatasi dampak perubahan iklim dengan melakukan upaya untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan oleh kota-kota," ujar Anies Baswedan dalam forum yang bertajuk 'Dialogue Between C40 Mayors and UN Secretary General-Advancing Carbon Neutrality and Resilent Recovery for Cities and Nations, pada April silam.
Diperkirakan sebanyak tiga juta orang meninggal setiap tahun akibat pencemaran udara, sebagian besar berasal dari kendaraan bermotor. Menurut laporan Associated Press, 10 persen infeksi saluran pernapasan pada anak-anak diakibatkan oleh pencemaran partikel-partikel yang sangat halus. Angkanya lebih tinggi lagi di kota-kota yang lalu lintasnya padat. Sebut saja kota Jakarta dan beberapa kota besar lainnya yang padat lalulintas, hingga tak bisa menghindar dari ancaman emisi karbon.
Tak cuma bisa mengancam jiwa. Ternyata bahaya juga terhadap lingkungan bumi. Nitrogen oksida dan sulfur dioksida dari knalpot kendaraan turut menyebabkan hujan asam, mencemari air, membahayakan kehidupan di dalamnya, dan merusak beragam tanaman. Yang memperparah situasinya, kendaraan mengeluarkan banyak sekali karbon dioksida. Ini adalah gas yang terutama ditengarai sebagai penyebab utama pemanasan global. Sebagai ancaman serius terhadap planet Bumi.
Berdasarkan laporan dari United Nations (UN) - Habitat, 70% emisi gas rumah kaca (GRK) berasal dari aktivitas perkotaan. Data tersebut menjadikan pemerintah daerah sebagai global hotspot dari perubahan iklim.
Pemanasan global berakibat pada mencairnya es di kutub bumi sehingga berakibat naiknya permukaan air laut dan perubahan iklim di bumi. Efeknya menyebabkan kekeringan, serta peningkatan terjadinya bencana alam seperti banjir, badai dan kebakaran hutan.