Lihat ke Halaman Asli

Pengembangan Pembelajaran Membaca Puisi Menggunakan Metode Belanja Video Klip Pada Siswa SMP Kelas VII

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

A.Pendahuluan

Kondisi pembelajaran sastra di lembaga pendidikan formal sejauh ini cukup memprihatinkan. Kekecewaan ini terlihat dari belum ditemukannya formula manjur sebagai solusi untuk mengatasi kondisi pengajaran sastra pada saat ni. Kalaupun ditemukan solusi alternatif, akhirnya terbatas dalam dataran wacana belaka, jarang sampai pada realisasi, kerena alasan-alasan klasik. Misalnya saja terbatasnya waktu yang tersedia, kurikulum tidak memadai, kurikulum harus selesai, buku sastra (teori dan karya kreatif) terbatas, orientasi pengajaran pada Ujian Akhir Nasional dan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Yang lebih menyedihkan adalah banyak guru sastra Indonesia yang lebih berorientasi pada bahasa. Jadi, tidak heran jika bermunculan pembelajaran sastra instan atau semacam fast food. Artinya pembelajaran sastra tanpa adanya kehadiran sastra itu sendiri. Melihat dari kondisi tersebut, wajar jika kualitas dari pembelajaran sastra semakin merosot.

Jika dihayati, sastra sangat penting bagi siswa dalam upaya pengembangan rasa, cipta, dan karsa. Sebab, fungsi utama sastra adalah sebagai penghalus budi, peningkatan rasa kemanusiaan dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya, dan penyalur gagasan, imajinasi dan ekspresi secara kreatif dan konstruktif. Sastra akan dapat memperkaya pengalaman batin pembacanya. Sebagai karya imajinatif, demikian Meeker (1972: 8), sastra merupakan konstruksi unsur-unsur pengalaman hidup, di dalamnya terdapat model-model hubungan-hubungan dengan alam dan sesama manusia, sehingga sastra dapat mempengaruhi tanggapan manusia terhadapnya. Tindak kekerasan dan anarkisme yang akhir-akhir ini marak di masyarakat, bukan tidak mungkin salah satu sebabanya adalah karena mereka tidak pernah atau sangat minim menggauli sastra.

Penulis dalam hal ini menawarkan sebuah metode pengajaran sastra menggunakan video untuk merangsang siswa lebih kreatif dalam membaca puisi. Meski metode in bukanlah hal baru dalam pembelajaran apresiasi sastra namun penulis mencoba untuk memodifikasi pembelajaran membaca puisi dengan menggunakan metode belanja video. Diharapkan dengan menggunakan metode ini bisa memecahkan permasalahan yang ada dalam pembelajaran sastra, terlepas dari kekurangannya.

Rumusan Masalah

Berangkat dari realitas yang ada dari latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini:

1.Apasaja permasalah yang terjadi dalam pembelajaran membaca puisi?

2.Bagaimanakah aplikasi penggunaan metode belanja video dalam kegiatan membaca puisi?

Tujuan

Penulisan makalah ini memiliki tujan sebagai berikut,

1.Mendeskripsikan permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran membaca puisi

2.Mendeskripsikan aplikasi penggunaan metode belanja video dalam kegiatan membaca puisi?

B.PEMBAHASAN

a.Pembelajaran sastra disekolah

Potret pembelajaran sastra disekolah selama ini sebelum kurikulum KBK 2004 terlihat tidak seimbang. Bisa dikatakan sebagai bias gender dibanding dengan bahasa yang memiliki kekuatan yang mutlak. Bisa dikatakan bahwa sastra mengalami marginalisasi atau dipandang sebelah mata atau the second class sehingga pembelajaran sastra sekedar menjadi suplemen bagi pelajar bahasa. Selama ini pembelajaran sastra hanya sebagai sisipan sedangkan materi utamanya adalah ketatabahasaannya.

Membaca merupakan kegiatan yang sangat penting, dilihat dari fungsi membaca sendiri (Suyitno;1985. 37-38) untuk penyempurnaan teknik membaca, untuk penyempurnaan pemahaman isi bacaan, untuk mendapatkan pemahaman kosakata, untuk mendapatkan penumbuhan kesadaran untuk kepentingan membaca sebagai sarana mendapatkan informasi, dan untuk mendapatkan penumbuhan sikap suka mencari kesenangan, kenikmatan, dan kepuasan batin. Artinya dalam membaca ataupun menuliskarya sastra membutuhkan daya imajinasi sekaligus penalaran manusia.

Kenyataan saat ini bahwa guru  Bahasa Indonesia secara sepintas lalu umumnya hanya mengajarkan sastra secara teoritis, tidak apresiatif. Namun penulis disini juga tidak menghakimi sepenuhnya,bahwa dalam hal pembelajaran disekolah bukan kesalahan sepenuhnya terletak dari  guru mata pelajaran Bahasa Indonesia sendiri, namun beberapa faktor lain seperti kurikulum yang tidak memadai, tidak adanya soal pada Ujian Akhir Nasional dan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang menyinggung masalah pembelajaran sastra khususnya membaca puisi.

Disisilain karena guru ditargetkan untuk menyelesaikan kurikulum. Kemendiknas (2011:59) menyatakan penyajian pengajaran sastra hanya sekedar memenuhi tuntutan kurikulum, kering, kurang hidup, dan cenderung kurang mendapat tempat dihati siswa. Sehingga pembelajaran sastra hanya sekedar teoritis belaka, yang penting hanya tercapainya target saja. Adapun pembelajaran apresiasi sastra yang memerlukan wktu relative lama tidak dilakukan. Disamping alas an waktu, kemampuan apresiasi sastra sebagian guru bahasa dan sastra Indonesia yang memiliki kemampuan mengapresiasi sastra memadai sangatlah jarang .

Sejalan dengan itu aktivitas-aktivitas bersastra disekolah yang semestinya dilakukan oleh siswa pada hakikatnhya jarang sekali.Aktivitas seperti membaca, memahami, mendiskusikan, dan membicarakan sastra, menonton pentas teater/drama dan khususnya dalam bermain drama, menginterpretasi makna sastra, menuliskan hasil interpretasinya mencipta sastra dan membaca puisi khususnya dianggap tidak penting oleh guru. Yang sering terjadi adalah pembelajaran instan dengancara mengajak para siswa menjawab soal-soal lembar krja siswa (LKS). Selain itu soal-soal sastra alam UAN, UAS dan SPMB juga tidak apresiatif, yang hanya menanyakan soal teoritis saja.

Setelah dipaparkan beberapa permasalahan yang ada dalam pembelajara sastra maka guru sastra khususnya guru bahasa Indonesia yang menjadi aktor utama atau pemegang kunci. Sebab, bagaimana mungkin pembelajaran sastra akan berjalan apresiatif dan menarik minat siswa untuk mencintai sastra, jika gurunya sendiri tidak memiliki rasa cinta dengan sastra. Oleh karenanya guru juga di tuntut agar sekreatif mungkin dalam mengajar.

b.Fungsi sastra dan Pembelajaran sastra

Sastra sangat penting bagi siswa dalam upaya pengembangan rasa, cipta dan karsa. Fungsi utama sastra yaitu sebagai penghalus budi, peningkatan rasa kemanusiaan dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya, dan penyalur gagasan, imajinasi dan ekspresi secara kreatif dan konstruktif. Sastra akan dapat memperkaya pengalaman batin pembacanya. Sebagai karya imajinatif, Meeker (1972: 8) menyatakan, sastra merupakan konstruksi unsur-unsur pengalaman hidup, di dalamnya terdapat model-model hubungan-hubungan dengan alam dan sesama manusia, sehingga sastra dapat mempengaruhi tanggapan manusia terhadapnya.

Lazar (1993: 24) menjelaskan, bahwa fungsi sastra adalah: (1) sebagai alat untuk merangsang siswa dalam menggambarkan pengalaman, perasaan, dan pendapatnya; (2) sebagai alat untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan intelektual dan emosionalnya dalam mempelajari bahasa; dan (3) sebagai alat untuk memberi stimulus dalam pemerolehan kemampuan berbahasa. Adapun fungsi pembelajaran sastra adalah: (1) memotivasi siswa dalam menyerap ekspresi bahasa; (2) alat simulatif dalam language acquisition; (3) media dalam memahami budaya masyarakat; (4) alat pengembangan kemampuan interpretative; dan (5) sarana untuk mendidik manusia seutuhnya (educating the whole person).
Frey (1974: 129) mengemukakan bahwa melalui pembelajaran sastra yang apresiatif diharapkan pembelajaran sastra dapat membentuk pengembangan imajinasi pada siswa. Sebagai contoh melalui membaca puisi siswa dapat mengetahui makna yg terdapat dalam diksi puisi, dapat membuat dan menikmati dan merasakan apa yang ada dalam puisi khususnya emosi dari pengarangny serta nilai-nilai  kearifan dalam kehidupan. Membaca puisi dengan tehnik tertentu bisa mengajak pendengar untuk merasakan apa yang kita baca.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sastra memiliki fungsi dan manfaat yang penting bag kehidupan. Dalam proses pembealajaran,sastra dapat dimanfaat oleh guru sebagai alat untuk meningkatkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai dari kearifan dalam mengahadapi kehidupan yang kompleks dan multidimensi. Dimana didalamnya termasuk realitas social, lingkungan hidup, kedamaian dan perpeahan, kejujuran dan kecurangan, cinta kasih dan kebencian, kesalihan dan kezhaliman, serta ketuhanan dan kemanusiaan.

Dengan demikian melalui pembelajaran apresiasi sastra yang apresiatif, diharapkan siswa mampu membentuk dirinya menjadi manusia yang seutuhnya yang dapat diterima eksistensinya dilingkungannya sehingga dapat hidup ditengah masyarakat dan terus berkarya demi mengisi kehidupan yang lebih bermakna.

c.Hakikat Puisi dan Membaca Puisi

Aminudin (2002), Hudson mengungkapkan bahwa puisi merupakan salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi, dimana kata-kata yang digunakan tentunya bersifat kiasan. Luxemburg,et:1987) mengungkapkan bahwa puisis merupakan pengungkapan perasaan. Jadi puisis merupakan sebuah karya sastra yang mengungkapkan perasaan dimana didalamnya terdapat imajanasi yang berbentuk kata-kata yang bersifat kiasan. Sementara itu dalam puisi juga terdapat unsur-unsur estetika (keindahan), misalnya gaya bahasa dan komposisinya, misalnya persajakan, diksi (pilihan kata), irama, dan gaya bahasa. Gaya bahasa meliputi semua pengunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu yakni efek estetika atau aspek kepuitisan.

Ketika seseorang ingin mengetahui efek estetika atau aspek kepuitisan yang ada dalam sebuah puisi pastinya sesorang harus memahami sebuah karya sastra itu. Caranya adalah dengan kegiatan membaca. Jadi dalam upaya pemahaman unsure-unsur yang terdapat dalam suatu cipta sastra khususnya puisi hendaknya seorang apresiator dapat memahami hakikat membaca. Dalam teori membaca Todorov, member batasan dalam kegiatan membaca suatu cipta sastra, diantaranya : 1) proyeksi, 2) komentar, dan 3) puitika.

Dalam tahap proyeksi, kegiatan pembaca adalah memahami unsur-unsur di luar teks, tetapi yang secara kongruen atau secara laras dan bersama-sama menunjang kehadiran teks. Unsur-unsur itu meliputi kehidupan pengarang, kehidupan sosial masyarakat, yang melatari kehidupan teks sastra serta system konvensi yang dianuti pengarangnya. Dalam tahap komentar, seorang pembaca memahami isi paparan teks

yang terbatas pada bentuk paparan yang “tersisa” dari jangkauan pemahaman pembaca. Oleh karena itu, ada tiga tahap kegiatan yang terdapat dalam komentar, yakni:

1) Eksplikasi, yakni menguraikan isi paparan yang belum dipahami dengan jalan menghubungkannya dengan isi bagian paparan lain yang sudah dipahami.

2) Elusidasi, yakni menerangkan secara jelas hasil uraian isi paparan yang belum dipahami dalam kaitannya dengan bagian isi paparan yang lainnya ssecara umum.

3) Précis, yakni meringkas uraian panjang lebar tentang isi paparan yang belum dipahami sesuai dengan ketepatan dan keselarasannya dengan isi dalam bagian lain dari teks itu sendiri. Kegiatan terakhir adalah paraphrase.

Pada tahap puitika, pembaca harus berusaha memahami kaidah-kaidah abstrak yang secara instrinsik terdapat dalam teks sastra itu sendiri. Dalam hal ini, kaidah abstrak tersebut dapat dipahami melalui dua tahap kegiatan, antara lain, 1) inter-pretasi, dan 2) deskripsi. Interpretasi terhadap makna dalam teks sastra dalam hal ini harus bertolak dari realitas yang ada dalam teks sastra itu sendiri.

Tahap kedua adalah deskripsi. Meskipun deskripsi itu tampak terlalu ilmiah untuk mengkaji ragam seni, tetapi menurut Todorov, isitilah tersebut memiliki nuansa arti sendiri. Bila dalam metode deskriptif adalah metode yang bertujuan memberikan perolehan realitas yang diteliti apa adanya, maka tahap pendeskripsian makna dalam teks sastra diharapkan sepenuhnya bertolak dari makna yang terkandung dalam teks sastra itu sendiri.

d.Pembelajaran Membaca Puisi

Dalam pembelajaran membaca puisi hal yang perlu diperhatikan adalah siswa, sasaran, metode dan evaluasi. Setelah persiapan pembelajaran dilakukan, dilaksanakan pembelajaran keterampilan membaca puisi dengan menggunakan metode belanja video. Dimana tehnik awalnya kegiatan siswa menaksikan video, belanja video, mendiskusijan video, dan menerapkan tehnik membacakan puisi sesuai dengan video yang sudah dipilih atau dibeli siswa. Penulis menggunakan metode ini agar dapat menstimuli siswa dalam berimajinasi untuk mengembangkan dan teknik membaca puisi dengan jenis berbeda serta menciptakan puisi atau dalam hal menulis puisi.

Dalam langkar pra membaca siswa diajak memahami puisi yang akan dibacakan dengan membicarakan kosakata yang dianggap sukar bagi siswa. Kemudian dilanjutkan dengan membari tanda jeda pada baris-baris puisi guna mengatur pernafasan.  Ketika siswa menyaksiskan video pembacaan puisi tidak lupa mendiskusikan apa yang sudah siswa saksikan. Pada tahap pasca membaca siswa dapat menerapkan keterampilannya dengan pembacaan puisi yang lain atau dengan aspek-aspek yang dipelajari dalam membaca puisi.

e.Teknik Pembelajaran Membaca Puisi

Teknik yang digunakan dalam pembelajaran membaca puisi kali ini menggunakan pendekatan structural atau disebut dengan membacakan puisi terpapar. Dimana teknik pebelajaran membaca puisi ini dilakukan secara berkesinambungan. Adapun tehnik pembelajaran membacakan puisi terpapar sebagai berikut :

Pendekatan Struktual

Sebelum melakukan pendekatan ini, siswa diharuskan untuk mencari puisi yang akan dibacakan. Siswa boleh memilih satu puisi dari berbagai macam sumber.

a.  Membaca berulang-ulang

Tahap ini merupakan tahap mengenali bentuk puisi. Dengan membaca berulang-ulang, akan diketahui bentuk puisi berikut makna yang hendak disam-paikan penyair. Tipografi puisi dapat digali hingga menemukan maksud penyair.

b.   Memberinya jeda

Setelah memahami bentuknya, berilah tanda jeda agar memperoleh rima yang enak didengar saat membacakan puisi nanti. Tanda jeda (/) diletakkan di antara kata yang hendak dipisah pelafalannya. Harapanya, dengan pemberian tanda jeda, dapat mempermudah untuk menyampaikan isi dari puisi kepada pendengar (penonton). Dengan pemenggalan tanda yang tepat, setidaknya makna yang disampaikan lebih baik.

c.  Mencari alur

Setiap karya sastra yang baik, tentu memiliki alur cerita yang ditandai dengan puncak alur sebagai konflik. Dalam puisi, penulis melihat adanya puncak konflik itu. Dengan menemukan alur, puisi dapat dibacakan secara tepat. Pembaca puisi harus bisa membedakan suara ketika sedang membaca-kan bait-bait yang merupakan penciptaan konflik, konflik, hingga penyelesaian konflik. Dengan demikian, siswa akan mengetahui bait-bait mana yang harus dibacakan secara maksimal.

d. Memahami makna secara intensif

Setelah melakukan tahapan di atas, tahapan terakhir adalah tahapan yang memerlukan waktu cukup lama untuk menafsirkan kembali makna puisi. Penafsiran ini membutuhkan waktu yang sangat lama. Proses perenungan ba-banyak terjadi di sini. Tidak cukup 10-20 menit untuk mencari “nyawa” dari puisi yang dipilih, melainkan bisa memakan waktu 2-3 hari. Pada awal tahap ini harus dilakukan secara serius, kemudian boleh dilakukan di sela-sela aktivitas sehari-hari, misal sambil makan.

Bentuk dan Gaya Baca Puisi

Kegitan ini dilakukkan proses : 1) pelafalan, 2) penentuan kualitas bunyi: tinggi-rendah, keras-lunak, 3) tempo, dan 4) irama. Selain keempat aspek tersebut, membaca secara lisan juga melibatkan aspek tubuh, pembaca juga harus mampu menata gerak mimik atau facial expression, gerak bagian-bagian tubuh atau gesture, maupun penataan posisi tubuh atau posture. Juga, eye contact sebagai salah satu upa-ya menciptakan hubungan batin dengan pendengarnya juga harus diperhatikan.

Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi ini adalah diperkenankannya pembaca membawa teks puisi. Adapun posisi dalam bentuk dan gaya baca puisi ini dapat dilakukan dengan (1) berdiri, (2) duduk, dan (3) berdiri, duduk, dan bergerak.

Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan puisi disampaikan melalui gerakan badan, kepala, wajah, dan tangan. Intonasi baca seperti keras lemah, cepat lambat, tinggi rendah dilakukan dengan cara sederhana. Bentuk dan gaya baca puisi ini relatif mudah dilakukan.

Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi duduk, maka pesan puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan kepala: mengenadah, menunduk menoleh, (2) gerakan raut wajah: mengerutkan dahi, mengangkat alis, (3) gerakan mata: membelakak, meredup, memejam, (4) gerakan bibir: ter-senyum, mengatup, melongo, dan (5) gerakan tangan, bahu, dan badan, dilakukan seperlunya. Sedangkan intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.

Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca puisi duduk, berdiri, dan bergerak, maka yang harus dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih sikap duduk dengan santai, (2) arah dan pandangan mata dilakukan secara bervariasi, dan (3) melakukan gerakan tangan dilakuakan dengan seperlunya. Sedang yang dilakukan pada saat berdiri adalah (1) mengambil sikap santai, (2) gerakan tangan, gerakan bahu, dan posisi berdiri dilakukan dengan bebas, dan (3) ekspresi wajah: kerutan dahi, gerakan mata, senyuman dilakukan dengan wajar. Yang dilakukan pada saat bergerak adalah (1) melakukan dengan tenang dan terkendali, dan (2) menghindari gerakan-gerakan yang berlebihan. Intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.

f.Media Pembelajaran

Media pembelajran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Media pembelajaran selalu terdiri atas 2 unsur penting, yaitu unsur peralatan (hardware) dan unsur pesan yang dibawanya (software). Perangkat keras adalah sarana atau peralatan yang digunakan untuk menyajikan pesan/bahan ajar tersebut. Sedangkan perangkat lunak (software) adalah informasi atau bahan ajar itu sendiri yang akan disampaikan kepada siswa.

Dalam proses belajar-mengajar, media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan pembelajaran, ketidakjelasan bahan yang disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan bahan pembelajaran dapat dikonkretkan dengan kehadiran media. Dengan demikian, anak didik lebih mu-dah mencerna bahan pembelajaran daripada tanpa menggunakan media.

Hal yang harus dipertimbangkan dalam menggunakan media adalah tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran yang berupa kompetensi dasar tertentu dalam kurikulum harus dijadikan dasar penggunaan media pembelajaran. Nana Sudjana (dalam Syiful Bahhri Djamarah dan Aswan Zain, 2006:155) menyatakan beberapa fungsi media pembelajaran. Fungsi media pembelajaran tersebut antara lain: 1) meletakkan dasar-dasar yang nyata untuk berpikir, sehingga dapat mengurangi verbalisme, 2) meletakkan dasar untuk perkembangan belajar sehingga hasil belajar bertambah mantap, 3) memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri pada setiap siswa, 4) memberikan pengalaman yang tidak mudah dengan cara lain, 5) bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga siswa akan lebih paham dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran dengan baik.

Sementara itu, Harjanto (2006:237) mengelompokkan media pembelajaran menjadi empat jenis, yaitu: 1) media grafis atau media dua dimensi, seperti gambar, foto, grafik, bagan, poster, kartun, komik, dll., 2) media tiga dimensi, yaitu dalam bentuk model seperti model padat (solid model), model penampang, model susun, dll., 3) media proyeksi seperti slide, filmstrip, film, OHP, video klip dll., dan 4) lingkungan.

Ketika seorang guru menggunakan media dalam pembelajarannya sebagai alat bantu dalam proses mengajar, harus didasarkan pada criteria objek. Sebab penggunaan media pembelajaran tidak sekedar menampilkan program pengajaran didalam kelas, tetpai juga mempertimbangkan tujuan pebelajaran,, strategi yang digunakan, termasuk bahan pembelajarannya.

Lagkah-langkah dari metode belanja video

1.Siswa mengamati cuplikan tayangan video yang telah disediakan oleh guru. Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok

2.Guru mengajak siswa untuk berdiskusi dan menjelaskan tehnik membaca puisi

3.Guru menyiapkan keranjang (sejumlah 4 buah tergantung jumlah kelompok), replika uang, replika keeping cd. Replika uang dan keranjang dibagikan kepada masing-masing kelompok. Kemudian guru memanggil ketua dari masing-masing kelompok untuk berbelanja kepingan cd yg sudh disusun rapi di depan kelas.

4.Setelah masing-masing kelompok selesai berbelanja, guru membagikan lembarakan kertas yang berisi naskah puisi.

5.Siswa dan guru menyaksikan cuplikan masing-masing video yang dipilik. Kemudian berdiskusi dan menand kata-kata yang dianggap sulit ketika dibaca, menandai penjedaan, mendeskripsikan gerakan yang sesuai dengan makna puisi dan memahami maksud isi puisi

6.Guru memberikan siswa kesempatan 15 menin untuk memahami maksud dari puisi yang akan dibaca siswa.

7.Masing-masing kelompok maju satu persatu untuk membacakan puisi dengan menggunakan irama, volume, mimik dan kinestik sesuai dengan isi puisi

8.Guru melakukan refleksi dengan cara memberikan kesempatan siswa bertanyajawab menenai materi membaca puisi

9.Sebelum menutup kesiatan guru bersama siswa menyimpulkan darihasil kegiatan yang dilakukan dan materi yang dipelajari hari ini

C.KESIMPULAN

Pembelajaran keterampilan berbicara merupakan salah satu kompetensi yang wajib dalam kurikulum BahasaIndonesia. Melalu pembelajaran membaca puisi siswa dilatih agar peka terhadap kehidupan yang terjadi dimasyarakat, berlatih meningkatkan kepercayaan diri dan melatih siswa dalam memperbanyak kosakata dari segi kebahasaannya.

Jadi pembelajaran apresiasi sastra khususnya membaca puisi tidak seharusnya dihindari oleh para guru, meskipun dpada kenyataannya soal dalam tes UN dan SPMB tidak ada, pada akhirnya siswa juga harus memiliki kepekan moral mengenai kehidupan disekitarnya. Diaharapkan dengan fenomena permsalah yang sudah dipaparkan diatas metode belanja video bisa membatu para guru dalam mencari alternatif. Sehingga guru juga mengetahui bahwa prosedur dalam memilih dan memilah bahan ajar bagi siswa haruslak selktif atau tidak manasuka.

DAFTAR RUJUKAN

Aminuddin, 2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Djamarah, Syaiful dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Harjanto. 2006. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Kemendiknas. 2011. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Kegiatan Naskah Bahan

Kerjasama, Informasi dan Publikasi. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Kementrian Pendidikan Nasional.

Luxemburg, Jan Van,et.al. 1986. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia

Meeker, Joseph W. 1972. The Comedy of Survival: Studies in Literary Ecology. New
York: Charles Schribner’s Sons.

Suyitno. 1985. Teknik Pengajaran Apresiasi Sastra dan Kemampuan Bahasa. Yogyakarta: Hanindita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline