Beberapa bulan belakangan ini, media-media sosial saya diramaikan oleh sebuah serial TV baru, 13 Reasons Why. Saya pikir serial yang ditayangkan oleh Netflix ini seperti serial-serial terkenal lainnya, yang punya pemeran tampan atau cerita lucu. Biasanya, saya tidak terlalu gemar menonton serial, sampai akhirnya saya tahu bagaimana cerita serial ini... dan akhirnya memutuskan untuk nonton.
Hannah Baker, seorang gadis SMA, meninggal bunuh diri dengan menyayat pergelangan tangannya. Tetapi, kematian Hannah mungkin adalah permulaan dari banyak hal, karena sebelum meninggal Hannah meninggalkan 13 rekaman yang disimpan dalam 7 kaset. Setiap rekaman berisi satu cerita tentang seseorang dan alasan kenapa orang tersebut membuat Hannah ingin bunuh diri. Premis ceritanya hanya seperti itu, namun serial ini sama sekali tidak sederhana. Episode-nya menjadi semakin 'dark', dan sampai di titik, saya akan paham kenapa Hannah Baker ingin bunuh diri. Dan tidak hanya menceritakan tentang orang-orang di dalam kaset, serial ini juga menggambarkan bagaimana lingkungan Hannah Baker setelah ia bunuh diri, terutama orang tua dan lingkungan pergaulannya.
Setelah saya menonton ini, saya mulai sadar satu hal: generasi muda saat ini tidak sedang baik-baik saja. Mungkin, anda merasa bahwa hal tersebut tidak mungkin terjadi, bahwa itu hanya serial televisi dan terjadinya di barat sana... percayalah sama saya yang masih muda ini, banyak anak-anak muda di Indonesia mengalami apa yang Hannah Baker alami. Kalau anda pikir alasan Hannah Baker bunuh diri adalah karena ia diperlakukan dengan jahat oleh keluarganya, atau di-bully dan dipalak oleh teman-teman sekolahnya, anda salah besar. Penyebab awal Hannah Baker ingin bunuh diri, hanya dari sebuah gosip. Bagi kita, mungkin hal tersebut tidak besar, namun ketika hal yang sama menimpa seseorang berulang-ulang kali, maka belum tentu akibatnya juga tidak besar.
Di kota yang saat ini saya tinggali, kasus bunuh diri pun berulang kali terjadi. Beberapa orang berusaha menerka-nerka alasannya, tetapi semuanya hanya terkaan. Kita tidak pernah tau pasti apa alasan mereka. Yang pasti, keputusan ini tidak hanya didasari satu peristiwa atau satu pertimbangan. Saya tidak punya latar belakang psikologi, tetapi dengan banyaknya kasus bunuh diri di lingkungan saya (yang padahal dikenal sebagai kota berbudaya dan terpelajar), saya tidak bisa tutup mata dengan fenomena ini. Ini pun baru bunuh diri, belum kasus-kasus kejiwaan lainnya.
Apa yang sebenarnya ingin saya bilang adalah, tidak mudah menjadi remaja masa kini. Tidak mudah menjadi orang yang masalahnya disepelekan oleh orang-orang yang lebih tua (dan sayangnya, hal itu seringkali terjadi di generasi kami). Berulang kali, kami mendengar, "masa', ada masalah dengan teman aja kamu nangis", "skripsi seperti itu aja kamu ga selesai-selesai", "lebih susah kerja daripada sekolah, sekolah aja deh yang bener". Saya tidak sedang membela remaja-remaja ini, karena saya pun tidak lagi ada di masa tersebut. Sebagai orang yang baru melewati masa tersebut, saya hanya ingin bilang: tidak ada yang sepele dari masalah mereka. Tidak mudah menghadapi sekolah, tidak mudah menghadapi kuliah, tidak mudah menghadapi skripsi, tidak mudah menghadapi tuntutan-tuntutan dan stigma dari keluarga atau lingkungan pendidikan. Bagi orang-orang yang baru hidup selama 17, atau 18, atau 20 tahun, hal tersebut sama sekali tidak mudah. Dan ketika tempat mereka mengadu atau bertanya itu hilang, maka ke mana mereka harus mencari jawaban? Meski tidak menyelesaikan, bunuh diri akan selalu jadi jawaban, bunuh diri akan selalu jadi tempat lari.
Satu lagi, seringkali saya mendengar, "dia bunuh diri untuk cari perhatian aja tuh.". Apakah anda adalah salah satu orang yang pernah mengatakannya? Kalau iya, menurut anda, apa mereka merasakan perhatian setelahnya? Tidak . Karena baik bunuh diri, atau menyakiti diri sendiri tidak mereka lakukan untuk cari perhatian. Bunuh diri adalah manifestasi yang paling akhir dari seluruh perasaan mereka. Sebelumnya mungkin ada yang menyakiti dirinya sendiri, ada yang lari ke narkoba atau kegiatan kriminal lainnya. Banyak hal bisa terjadi dalam kehidupan remaja masa kini.
Lalu bagaimana?
Untuk orang-orang tua, mungkin memang sulit untuk memahami masalah anak-anak remaja, karena remaja dan orang tua tinggal di dua waktu yang berbeda. Mungkin sulit untuk dipahami, tapi satu hal yang pasti, jangan anggap sepele masalah-masalah mereka. Apa yang sepele bagi anda, belum tentu juga sepele bagi mereka. Anda pun bahkan tidak mengalami apa yang mereka rasakan. Jangan pula anti dengan psikiater, karena mungkin, mereka justru jadi bisa menjadi jawaban. Saya rasa, kalau anda terlalu sulit untuk memahami kehidupan anak remaja masa kini, bisa dimulai dengan menonton serial ini.
Untuk saya sendiri, saya pun mengambil banyak hal dari film ini. Saya belajar bahwa apapun yang saya lakukan di dunia ini, sekecil apapun mungkin akan berpengaruh pada kehidupan orang lain. Tidak sulit menjadi orang baik, tidak sulit untuk peduli pada orang lain. Karena mungkin, dengan peduli, saya bisa menyelamatkan Hannah-Hannah yang lain.
Serial ini menjadi sebuah refleksi bagi saya... apakah tindakan saya 'membunuh' orang lain? Seperti halnya Hannah Baker, ia mungkin mati bunuh diri siang itu. Tetapi, di dalam dirinya, ia mati jauh lebih dahulu sebelum hari tubuhnya mati. Dan di dalam dirinya, Hannah tidak bunuh diri; ia dibunuh 13 orang yang ada di dalam daftar rekamannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H