Lihat ke Halaman Asli

KIDUNG NAWANG

kehidupan penuh dengan cerita

"Online" vs Konvensional

Diperbarui: 11 Oktober 2017   15:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Akhir akhir ini ribut ribut masalah transportasi sudah mencapai puncaknya, antara sistem transportasi yang berbasis online dengan yang konvesional. Bukan hanya ojeg dan taksi saja yang meramaikan dunia perangkutan, tetapi ternyata angkot juga sudah mulai ikut ikutan, yang sebenarnya lari dari konteks perbincangan karena sampai saat ini belum ada angkot online. 

Ternyata baru baru ini atau sudah sejak lama angkotlah yang sering berdemo untuk menentang sistem transportasi online, ya walaupun sebenarnya kalau menurut saya itu diluar segmen atau agak melenceng, karena angkot kan tidak ada yang online hanya konvesional saja. sebenarnya jika dibandingkan dengan ojeg dan taksi jelas angkotlah yang bukan saingan mereka, karena kalau dilihat dari upah atau bayarannya saja kan sudah jelas bebeda, misal angkot jauh dekat Rp 5000,- sedangkan ojeg atau taksi bisa lebih dari itu bahkan berkali kali lipatnya.

Akan tetapi percaturan transportasi berkata lain angkotlah yang sekarang ada di garis depan untuk menolak keberadaan sistem transportasi online ini. Kali ini pun ternyata pemerintah Jawa Barat Melalui dinas Perhubunggannya sama melarang beroperasinya sistem transportasi berbasis aplikasi atau online.

Bagaimana dengan kita sebagai masyarakat pengguna transportasi umum, sedangkan kita kan sebenarnya bebas mau menggunakan transportasi jenis apa pun,mau yang online mau yang konvesional kan kita yang bayar bukan pemerintahnya, bukan supir angkot juga yang bayarin ongkos kita. Jika kita lihat lagi kenapa supir angkot tidak demo ke leasing jangan memberikan DP murah untuk yang mau hutang motor atau mobil, dan dinas perhubungan juga kenapa seperti diam saja untuk permasalahan ini, kan disini juga jelas akan menjadi urusan mereka karena arus lalu lintas yang macet karena banyaknya kendaraan.

Transportasi berbasis online sebenarnya hanya sedikit solusi bagi masyarakat yang menginginkan kenyamanan dan pelayanan, masih banyak pengguna transportasi yang lebih memiih konvensional dari pada yang online denganalasan ongkos lebih murah. Untuk masalah perijininan mungkin bisa diurus oleh orang orang yang beramai ramai ikut kontestasi wakil rakyat dan kepala daerah karena merekalah yang mengaku bisa mengurus daerah bahkan negara. Masyarakat hanya ingin mengais rezeki secara halal, jangan sampai karena perut yang lapar terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline