Lihat ke Halaman Asli

Calabai, Senandung Bisu Seorang Bissu

Diperbarui: 21 Oktober 2016   17:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tak pernah ada manusia yang minta untuk dilahirkan dalam tubuh yang tak sesuai dengan jiwanya. Demikian juga dengan Saidi. Ia tak pernah meminta untuk lahir dalam tubuh pria dengan jiwa sehalus perempuan. Ya, ia adalah seorang Calabai. Jiwanya adalah jiwa perempuan yang terjebak dalam tubuh pria.

Saidi pun tak mengerti mengapa menjadi calabai seolah suatu kesalahan. Banyak yang menganggapnya mengada-ada, tak mampu mengendalikan diri. Banyak mata memandang remeh dan telunjuk menuding tak suka akan keberadaannya. Tidakkah mereka mengerti, jiwa Saidi semakin tersiksa?

Dalam kebingungan jiwanya, Saidi memutuskan pergi dari rumahnya. Berjalan mengikuti kata hatinya. Menelan semua sakit, deraan, dan siksaan dalam diam. Mengikuti ke mana aliran takdir membawanya.

Perjalanan sunyi yang mengantarkannya pada keajaiban yang membawanya menjadi seorang Bissu, seorang pemuka adat di masyarakat Bugis. Sosok yang dipercaya mampu melampaui semua nafsu duniawinya dan merupakan penghubung langit dan bumi. Pergumulan batin seorang calabai yang tak semua dapat ia ceritakan. Perjalanan yang hanya akan ia senandungkan dalam kebisuannya. Kisah yang akan ia bawa selamanya. Sendiri.

Novel besutan Pepi Al-Bayqunie ini ditulis olehnya dengan sepenuh hati, yang lahir dari rasa hormat pada sosok yang menginspirasi novel ini. Berbeda dengan banyak novel yang pernah saya baca, novel ini mampu menjadikan kekayaan budaya bangsa Indonesia bukan hanya sebagai latar belakang cerita, namun sebagai "roh" cerita. Keindahan dan keluhuran budaya terasa kental mewarnai kisah ini.

Penulisnya berhasil menyajikan berbagai informasi tentang bissu, calabai, adat yang berlaku, dan lain-lain dengan indahnya, tanpa kesan menggurui. Membaca novel ini membuat saya ingin menjejakkan kaki ini ke Bola Arajang, menyentuhnya langsung dengan kedua telapak tangan ini. Merasakan aura luhur bangsa ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline