Lihat ke Halaman Asli

Roni DwiRisdianto

Seri pertama Bondan dalam judul Langit-Hitam-Majapahit telah tayangbdalam jaringan. Berlatar belakang Majapahit pada masa Jayanegara. Penulis berdomisili di Surabaya.

Cerpen | Ia Bernama Sanumerta - 7

Diperbarui: 2 September 2019   09:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Aku bukan pendosa!

Ia memberiku tanggapan yang salah. Ia menilai dirinya terlalu tinggi. Tak pantas ia bernapas lebih lama dari seekor nyamuk. Tak patut ia berjalan sebagai gembala," gumam Sanumerta lalu meneruskan langkah.

Hari berganti minggu. Bulan terbit dan tenggelam. Musim terus bergulir tanpa lelah menuju batas penantian.

Gelap telah lingsir berganti mentari yang meretakkan tanah kering.

Sanumerta masih melangkah dengan tumit terbelah. Ketika mendekati tapal batas sebuah kota, ia membaca coret aksara.

"Selamat datang, Begundal."

Ia tertawa. Walau pedih hati, Sanumerta masih menebar rasa menyelimuti dadanya yang terluka. Berbicara dengan bau mulut yang luar biasa. Berjalan dengan aroma tubuh yang tidak biasa. Bernapas dengan udara yang berbeda. Udara panas, anyir dan busuk!

Ia mendapat petunjuk saat bertanya kepada pengembara.  Melangkah lebar memasuki sebuah rumah berhalaman lega. Berpayung pohon mangga dan berpagar rendah.

"Tanpa suara kau mengambil sarang di tempat ini." Pengunci ilmu dengan suara lantang berseru padanya. Seorang lelaki separuh baya bertelekan tongkat melangkah mendekatinya.

"Aku butuh makanan dan tempat tinggal. Berapa yang engkau punya?" angkuh Sanumerta bertanya.

"Sebuah kepala dan sehelai jiwa berdosa." Lelaki bertongkat yang seorang guru memandangnya dingin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline