Sanumerta bangkit. Ia mengulang lagi. Perbuatan yang dilakukan dalam bungkus pakaian yang lama.
"Darahmu adalah tebusanku untuk kesucian, Pendosa!" Sanumerta berpaling. Meninggalkan jasad orang yang dituturkan banyak orang sebagai pemuka yang disegani penduduk langit.
Ia menuju pintu dengan menenteng belati membasah merah. Berlalu menyisir jalan berdebu. Orang semakin menjauh darinya saat berpapasan. Napas anyir menebar di udara. Mengurung setiap jiwa yang terjaga dan dijaga. Merenggut sukma di awang-awang melayang tanpa tujuan.
Bersayap ratusan dengan mulut menganga penuh bara, makhluk ajaib menghadang jalannya.
"Kau telah menjadi tuhan," makhluk ajaib berkata.
Sanumerta meradang marah.
"Apakah itu pendapatmu?" Sanumerta bertanya.
Yang ditanya rapat mengunci bibirnya.
"Apa yang tahu dari kuasa?" lanjut Sanumerta.
Yang ditanya mematung diam dengan mata menyala.
"Aku katakan padamu bahwa kekejaman Tuhan telah dinyatakan melalui kedua tanganku," jelas Sanumerta. "Kamu tidak mempunyai hak membunuhku."