Waktu demi waktu merambat hingga tak terasa telah bergulir tiga purnama sejak pertemuan di Tuban. Dalam suatu pertemuan di kraton Demak, Raden Trenggana lantang berkata, "Demak telah kehilangan wibawa dan kedaulatannya saat banyak wilayah di daerah Timur melepaskan diri." Mata Raden Trenggana bersinar kilat melihat orang-orang yang duduk di hadapannya. Para senapati dari seluruh tingkatan prajurit berkumpul dalam satu ruangan saat itu.
Kemudian dengan penuh semangat ia melanjutkan,"Pasuruan, Surabaya, Wirasaba hingga lereng Penanggungan telah kembali mengakui kekuasaan Demak sebagai penerus Majapahit. Dan sekarang ini, aku katakan pada kalian jika Panarukan adalah pintu permulaan menuju Blambangan." Pesan-pesan kemudian ia sampaikan secara menyeluruh. Tak lama kemudian ia membubarkan pertemuan agung yang dihadiri semua pemimpin prajurit dari berbagai tingkatan.
Menjelang senja di sebuah rumah, seorang senapati bertanya pada kerabatnya yang datang dari lembah Sungai Brantas,"Bagaimana kita dapat mengakui kekuasaan mereka? Sementara raja mereka tidak mendapatkan pengesahan dari kita semua."
"Kakang Arya Dipa, tentu saja ia akan melakukan usaha untuk menundukkan saudara-saudara kita di wilayah timur. Dalam dugaanku, raja ini membutuhkan pengakuan sebagai penerus kekuasaan leluhur kita," kerabatnya berkata-kata dengan tegas dan penuh keyakinan.
"Lalu, apakah yang akan kau rencanakan?" tanya Senapati Arya Dipa.
"Seperti yang pernah dikatakan oleh Paman Parikesit ketika kita semua bertemu di Tuban. Tentu kau masih ingat pertemuan tiga atau empat purnama yang telah lewat," kata Gagak Panji mengingatkan.
"Tentu saja," berkata Arya Dipa.
Aku akan segera kembali ke timur. Akan aku katakan apa-apa yang Kakang katakan padaku saat ini. Sementara itu, mungkin aku akan meminta para adipati untuk mengumpulkan kekuatan di Panarukan," Gagak Panji menjawab lalu mengurai rencananya dengan singkat. Berulang kali dahi Arya Dipa berkerut karena ia berpikir keras untuk mengerti kerumitan rencana Gagak Panji. Meski begitu ia mengakui ketajaman nalar Gagak Panji.
Keesokan harinya rencana itu dijabarkan lebih dalam oleh Gagak Panji. Ia berkuda beriringan dengan Arya Dipa mengitari barak pasukan Demak yang dipimpin Arya Dipa. Tidak ada seorangpun yang menaruh kecurigaan atas kehadiran Gagak Panji, karena Gagak Panji mempunyai kedudukan tersendiri sebagai pengajar gelar dan siasat perang meskipun ia bukan bagian dari prajurit Demak. Kemudian Arya Dipa menghentikan kudanya lalu bertanya,"Dan bilakah kau akan berangkat ke timur?"
"Saat matahari mulai tergelincir, aku akan keluar dari kotaraja," jawab Gagak Panji kemudian,"Dua orang prajuritmu akan aku bawa serta sebagai pendamping dan tanda agar dapat keluar dari wilayah Demak dengan aman."
"Baiklah, rencana itu harus mendapatkan kajian ulang bila kau telah tiba di Tuban," Arya Dipa berkata pada kerabat dekatnya itu.