Lihat ke Halaman Asli

kibal

Petani

Kabar dari Desa: Bagaimana Kami Menjadi Laki-laki?

Diperbarui: 20 Mei 2020   02:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi (Rumangngan)

Tentang bagaimana lingkungan sosial dan segala interaksinya mengajak kami untuk segera menjadi laki-laki, sedini mungkin. Begitupun secara geografis, tepat ketika matahari telah kokoh pada puncak gunung Sinaji dan mungkin ratusan kilometer dari sini, Makassar masih gelap setelah lelah berbalur debu.

Disini, kami, anak-anak sepanjang lereng pengunungan Latimojong telah membereskan cangkir kopi, menyiapkan kaki-kaki mungil kami menjamah tanah basah yang tersapu embun subuh tadi. Seraya berkata, "saya ingin ikut berburu babi Bapak, menjaga jagung dan kacang kita di ladang".

Inilah saat kami mulai berani mendaku diri, ketika telah mafhum bahwa bumi baik tempat segala cita bersandar, butuh dijaga dari hama. Juga, dengan kaki atau tangan yang mencengkram tanahlah imajinasi tentang memilih kursi deretan sebelah kiri, ketiga dari belakang pada mobil panjang bertuliskan "Bus" yang menuju kota, menyambar. Atau harapan duduk dalam kelas-kelas sejuk perguruan tinggi, ada, sekalipun terbata-bata. 

Lantas, bagaimana kami menjadi laki-laki?

Entah bagaimana para pegiat lingkungan hidup yang beranggapan bahwa pada dasarnya manusia itu tak lebih dari sebuah pohon, seekor capung, ataupun makhluk kecil di dasar laut, berpihak atas ini. 

Yang kami tahu aktivitas berburu babi sebagai budaya atau sekedar demi menjaga tanaman pangan di ladang tentu telah ada sejak masyarakat kami tak lagi nomadem dan memulai bercocok tanam.

Berburu babi, atau dalam bahasa kami (Enrekang -- Toraja) Rumangngan, disebut juga mang ula' Bai -- mengusir babi. Seperti kusebut sebelumnya ia adalah bagian dari tradisi dan untuk menjaga tanaman pangan dari hama, bahkan berburu secara berkelompok yang dilakukan setiap hari Minggu hadir sebagai ajang rekreasi tersendiri bagi para Bapak tani yang lebam tersapu panas matahari enam hari sebelumnya, begitupun bagi anak sekolah.

Alat yang digunakan adalah doke (tombak), kebanyakan memiliki bandangan -- sejenis aksesoris dari bulu kambing berfungsi sebagai sebagai pengalih perhatian babi yang newa (mengamuk) saat terkena tombak. 

Karena babi yang sejak diburu hanya terus-terusan berlari, akan sangat beringas jika terluka (masolang mo), oleh karenanya saat naluri babi yang melawan teralihkan oleh bandangan, saat itu pula pemburu memiliki kesempatan lari atau memanjat pohon.

dokpri

Dalam sistem perburuan jelas berlaku secara kolektif, dimulai dari menetukan lahan buruan dengan menimbang kebun mana yang habis terjarah babi. 
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline