Lihat ke Halaman Asli

Antawecana Ki Sugino Siswocarito

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sesekali dalam hidup, dengarkanlah audio pagelaran wayang kulit yang dipandhegani oleh dhalang Ki Sugino Siswocarito. Dhalang yang kini sudah sangat sepuh ini adalah dhalang yang memiliki kualitas antawecana yang aduhai, dan pentas wayang kulitnya seolah pertunjukan dengan banyak pendukung pengisi suara. Betapa suara Sang Bima yang seperti bergemuruh, suara Wisanggeni yang kemranyak lantang, suara tokoh perempuan macam Wara Sembadra yang halus-pelan-lembut, atau suara Prabu Kresna yang kering hampir mirip suara Wisanggeni, namun tetap terdapat perbedaan, meski tipis. Bahkan, Togog Tejamantri dan Sarawita, adalah tokoh yang sangat dinanti kemunculannya karena kualitas suara Ki Sugino dalam 'menghidupkan' tokoh wayang ini. Tentu saja tidak lupa Bawor dan Gareng yang pastilah akan membuat penyimaknya akan betah mendengarkan, untuk kemudian meniru-nirunya sebagai rasa kagum dan suka.

Ki Gino, demikian dhalang ini lebih dikenal, sedemikian kondang lebih karena kemampuan dan kualitas antawecana-nya, meskipun memang kemampuan sabetan dan suluk-suluknya juga tidak kalah dibanding dhalang-dhalang kondang dari tlatah Ngayogyakarta maupun Surakarta, ataupun daerah lain semisal Semarang. Menyimak pagelaran wayang kulitnya Ki Gino adalah seperti mendengarkan sebuah sandiwara radio yang didukung oleh banyak para pengisi suara tokoh-tokohnya.

Untuk sekedar perbandingan, silahkan simak pagelaran wayang kulit oleh dhalang-dhalang lain, semisal Ki Manteb Sudarsono, Ki Anom Suroto, atau juga Ki Timbul Hadiprayitno. Mereka adalah dhalang-dalang kondang, tak disangsikan lagi. Pagelaran mereka selalu penuh dikunjungi ribuan penonton. Tetapi simaklah dengan cermat. betapa suara setiap tokoh wayangnya hampir, sesungguhnyalah demikian, hampir sama, untuk tidak mengatakannya sebagai sama sekali. Tentu saja ini tidak mengurangi kenikmatan bagi mereka-mereka yang menjadi penggemarnya. Kualitas suluk, sabetan, dan lebih-lebih guyonan yang menghibur mampu membuai penonton untuk tetap betah mengerumuni pentas hingga pagi menjelang. Menghibur, itulah kata kuncinya.

Menghibur penonton oleh Ki Gino dilakukannya dengan menyuguhkan sebuah pertunjukkan antawecana. Sesumbar angkara murkanya seorang raja raseksa --titahing dewa kang apaes diyu-- atau rintihan asmara Ki Lurah Petruk sang punakawan, atau juga gelak tawa seorang Durga Bethari. Sangat nikmat di telinga. Menceritakan ke-gayeng-an mendengarkan audio pagelaran wayang kulit oleh Ki Gino sangatlah sulit dilakukan melalui tulisan. Tentu mendengarkannya langsung lebih pas dan memang meyakinkan.

Sambil menulis penutup ini saya masih asik mendengarkan audio pagelaran wayang kulit oleh Ki Sugino Siswocarito, lakon Wahyu Windu Wulan. Rika kepengin?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline