Lihat ke Halaman Asli

Menonton Pagelaran Wayang Kulit

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

kesenian wayang bagi orang jawa merupakan kekayaan yang dimiliki bersama. tampil dalam banyak bentuk dan kemasan, kesenian wayang memberikan suatu pengalaman batin yang hampir tak terjelaskan. siapa yang mampu menjelaskan sebuah pertunjukan wayang: lakon dan maknanya, tokoh dan perwatakannya, dan apakah benar dunia wayang mempengaruhi perilaku manusia jawa, khususnya mereka-mereka yang gandrung dengan wayang? toh, dari dulu hingga sekarang, bahkan di kota-kota besar sekalipun, masih saja orang-orang jawa itu dengan setia menikmati tontonan wayang, apalagi wayang kulit. pagelaran-pagelaran wayang kulit di desa-desa memperlihatkan bagaimana orang-orang sampai pagi menahan kantuk dan dingin. meskipun sebagian besar jalannya cerita sudah diketahui, tetap saja dongengan ki dalang mendapatkan perhatian.

beberapa bagian dari komponen-komponen pagelaran wayang kulit memang mendapat perhatian khusus. gending pembuka yang "nggrentes ati", suluk-suluk yang menyentuh, penggambaran kelir yang eksotis, sabetan wayang dalam adegan perang yang gendingnya bersemangat, alunan suara pesinden dan wiraswara yang merdu, juga suara alat musik tambahan seperti drum, keyboard, terompet, juga simbal.

penikmatan sebuah pertunjukan wayang kulit seringkali terjadi begitu saja. apresiasi penonton hampir-hampir tak dapat diungkapkan, hanya kesetiaan penonton yang selalu hadir dalam setiap pertunjukkan wayang yang dapat menjelaskan bahwa kesenian wayang masih hidup dan mendapat tempat dihati masyarakat jawa.

pagelaran wayang kulit memang membutuhkan biaya yang tak sedikit. hanya beberapa orang yang cukup uang dan menyukai kesenian wayang yang akan dan mampu menghadirkan pagelaran wayang kulit dan mempersembahkannya bagi masyarakat sekitarnya. selain itu pagelaran wayang kulit juga membutuhkan area yang cukup: untuk panggung dan tempat penonton. di pedesaan tentu masih cukup tempat untuk itu, tapi di perkotaan: sangat sulit dan hanya tempat-tempat umum seperti area parkir, badan jalan, panggung di atas kali. lapangan? ha..ha.. sepakbola indonesia sudah maju kalau di kota ada lapangan.

pertunjukkan wayang kulit di televisi sangat sedikit dan hampir tidak ada. dulu indosiar masih menayangkannya setiap malam minggu, bergiliran antara wayang kulit dan wayang golek. tpi juga punya acara semacam itu, meski durasinya lebih pendek. setidaknya itu merupakan apresiasi terhadap kesenian wayang. sekarang yang masih dapat dinikmati adalah wayang orang tvri: terima kasih untuk sekar budaya nusantara!

kesenian wayang juga mendapat tempat di stasiun-stasiun radio. siaran acara wayang kulit semalam suntuk, biasanya mulai pukul 21.30 - menjelang shubuh, masih dapat dinikmati bahkan di kota besar seperti surabaya sekalipun. bahkan di purwokerto, banyumas, siara acara wayang dapat dinikmati lewat radio setiap malam. banyaknya stasiun-stasiun radio di cilacap, purbalingga dan purwokerto sendiri, baik yang mengudara pada gelombang FM maupun AM, menjangkau ke pelosok desa dan benar-benar mengerti bahwa masyarakat desa masih dan tetap menggemari kesenian wayang. coba bayangkan: pada malam yang gelap pada musim kemarau yang panjang, angin begitu kering, suara ki dalang mengalun, "wanita endah sulistya ing warna…", atau, "titahing dewa apaes diyu, rikma gimbal klambrahan mangudhal-udhal sengaja den adhul-adhul…", atau, "tan samar pamoring suksma, sinuksmaya winahyu ing asepi…", atau juga, "yen matiya neng karang abang, ludira kang manyembur-nyembur…"
seperti nafas terhenti sejenak, ngelangut dan kemudian rasa ngungun itu. ekspresi bahasa dalam dialog-dialog, suluk-suluk, seakan mencomot dan melemparkan imajinasi.

wayang sebagai kesenian tentu akan dan tetap mendapat tempat di hati masyarakat jawa.

------------------------

catatan:

tulisan ini diambil dari:  http://tiada-kepandaian.blog.friendster.com/2006/07/kesenian-wayang  sebagai perayaan kegembiraan menjelang nonton wayang kulit di desa saya dengan dhalang kesayangan Ki Sugino Siswocarito.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline