Lihat ke Halaman Asli

Nyi Ismayawati

Urip sakmadya

Kala Kabut Turun

Diperbarui: 18 November 2020   11:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto sendiri.

Berjuta laksa kaki kulangkahkan menyusuri jalanan hidup ini menuju dunia keabadian di mana damai membentang tanpa batas. Tak kubiarkan mulut ini berkeluh kesah walau kabut turun menghadap setiap langkah di jalanan terjal lincin yang akan menghempaskan dalam kegelapan lembah dalam di bawah sana.

Hati kutengadahkan dalam kerendahan seorang manusia yang hanya berharap sebuah kebahagian dalam keabadian nirwana  nan damai. Namun kurasa kabut makin kelam dan jalan semakin terjal dan kaki semakin lekat tanah becek mencengkeram langkah ke depan.

Kadang aku hanya terdiam tanpa kata hanya hati bertanya mengapa jalan ini selalu kelam berkabut mencekam dingin tak henti. Bukan hanya deras hujan malam tetapi juga badai pagi hari yang selalu menerpa diri ini sepanjang jalan yang harus kutempuh.

Foto sendiri.

Foto sendiri.

Foto sendiri.

Kuturuni lembah setapak dalam langkah pelan tanpa tergesa tuk menikmati hamparan bunga-bunga  ilalang yang tak lelah menari menyambut setiap hati yang berserah diri penuh kasih.

Ingin raga ini segera istirah dalam buaian lembutnya angin lembah yang kehilangan pesona surga karena suramnya sinar surya yang tak kunjung menembus awan hitam.

Kini ku berlutut tanpa kepala tengadah namun hati berserah inilah jalan yang telah kupilih dan harus kulalui hingga sinar surya datang menyibak awan dan menyinari jalan hidup dalam kehangatan hingg di ujung sana.

Foto sendiri.

Foto sendiri.

Foto sendiri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline