Makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan. Demikianlah pepatah yang konon merupakan pepatah nomer 4 di dunia yang paling bermanfaat artinya.
Sebab kenyataan di dunia banyak orang suka makan karena mulutnya yang lapar dan bukan perutnya. Maka begitu mata melihat sajian makanan yang begitu menggoda ia akan segera melahapnya.
Mahatma Gandhi pernah mengatakan, dunia tak pernah kekurangan makanan hanya keserakahan yang membuat orang lain kekurangan makanan. Miris.
Budaya Jawa pun mengajarkan dalam salah satu tembang macapat: 'cegah dahar klawan nendra' artinya kurangi nafsu makan dan tidur untuk menyatukan diri dengan Sang Pencipta.
Bahkan ada juga pepatah Jawa yang lebih greng: urip sakmadya lan narima ing pandum, mangan ora mangan waton kumpul. Artinya: hidup sederhana dan menerima apa yang diberikan (Sang Pencipta), makan tidak makan asal berkumpul.
Bagi yang kurang memahami ajaran ini tentu saja dianggap membatasi hidup manusia dalam kepasrahan fatalisme. Padahal lebih berarti hendaknya untuk hidup dalam kesederhanaan.
Bagaimana jika kita diundang pesta atau mendapat sajian makanan sedang kita dalam keadaan kenyang atau berpuasa. Mengambil sedikit sekedar untuk mencicipi adalah sebuah kehormatan yang sebaiknya kita berikan pada tuan nyonya rumah daripada menolak.
Kalau toh pun kita sedang berpuasa maka sebaiknya jujur mengatakannya tanpa menolak kala kita diberi sebungkus atau sekotak makanan yang tentunya akan membuat bahagia yang memberi.
Teladan indah bisa dilihat dalam kehidupan masyarakat desa dalam banyak kegiatan, seperti saat gugur gunung atau gotong royong, menggali kuburan, dan kenduri bagaimana mereka begitu menikmati sajian makanan dalam bentuk apa pun.
Bahkan kadang mereka kembul bujana atau makan bersama dalam satu piring atau satu wadah tanpa merasa rikuh. Bagi mereka kebersamaan dalam makan bersama juga merupakan wujud kebersamaan dan kekeluargaan dalam suasana yang gayeng. Sekali pun salah satu di antara mereka ada yang tidak bisa menikmati makanan karena salah satu hal seperti di atas.