Oleh: Ade Hidayat*
Peran elektabilitas dalam bursa Capres dan Cawapres sangat diutamakan dalam proses penentuan calon yang akan diusung. Politik adalah percaturan bisnis tata negara. Hal ini cukup dimaklumi, karena pemilu membutuhkan biaya yang tidak sedikit dengan angka triliun rupiah dan memakan energi yang luar biasa besarnya dengan melibatkan banyak elemen individu, golongan, dan partai.
Akan tetapi, jargon "elektabilitas" ini bisa berdampak buruk bagi demokrasi dan moral politik. Pasalnya, elektabilitas lebih cenderung kepada jualan antara laku dan tidak laku, sehingga menjebak nilai-nilai esensi demokrasi dan moral politik yang semestinya diperjuangkan. Popularitas jadi nilai utama, ketimbang memperhatikan aspek-aspek penting dalam penentuan masa depan Negara.
Penulis tanpa maksud menjatuhkan suatu instrument pemilu yang terlibat, lembaga survei semakin laku dalam setiap hajatan demokrasi. Setiap partai sangat bergantung kepada lembaga tersebut untuk mengukur popularitas seseorang atau calon yang akan diusung. Dan, ironisnya masyarakat Indonesia jadi tergiring ke arah sana, tidak lagi melihat latar belakang, kebutuhan, prestasi, hingga tujuan dari pemilu itu sendiri.
Oleh karena itu, penulis tergerak untuk beraspirasi sebagai bagian dari partisipasi sesuai kaidah demokrasi itu sendiri. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa calon yang memiliki potensi luar biasa dan sangat dibutuhkan Indonesia menjadi nahkoda pemerintahan, namun seolah tereliminasikan karena faktor elektabilitas. Salah satunya ialah Dr. TGH. Muhammad Zainul Majdi, Lc., M.A. atau yang biasa disapa Tuan Guru Bajang (TGB).
TGB merupakan aset pemimpin Indonesia yang telah teruji kemampunya mengembangkan pemerintah daerah, sebagai miniatur negara Indonesia. Segudang prestasi telah diraihnya, hingga NTB memiliki indeks pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia. Sesuai wilayahnya sebagai daerah agraris, ia mengembangkan potensi tersebut, dan mencapai swasembada pangan yang menggembirakan. Industri pariwisatanya berkembang pesat, hingga meraih tiga penghargaan terbaik pada ajang World Halal Tourism Award 2016 di Abu Dhabi, Uni Arab Emirate (UEA).
Sesuai judul di atas, kenapa kita harus memilih TGB? TGB telah berhasil menjalankan pemerintahan daerah. Padahal, NTB sangat jauh tertinggal sebelum TGB menjabat Gubernur, baik secara sosial maupun ekonomi. Jika TGB diberi kepercayaan untuk memegang tongkat pemerintahan pusat, baik sebagai presiden maupun wakil presiden, tentu baginya akan lebih mudah. Pasalnya ia telah lulus dari sekolah uji kompetensi kepemimpinan Indonesia melalui keberhasilannya mengelola pemerintah daerah. Karenanya, ia sangat layak memimpin Indonesia ke depannya.
Selain itu, secara umum, gubernur daerah provinsi sudah terbiasa bekerja dalam struktur pemerintah. Sama seperti presiden membawahi menteri kabinetnya. Begitu pula Kepala daerah yang membawahi jabatan fungsional, kepala lembaga, kepala dinas, kepala biro, dan lain-lain. Perhatikan skema di bawah ini.
Alhasil, kepala daerah berprestasi memiliki nilai dan kompetensi paling besar dalam bursa Capres/Cawapres kapan pun. Terutama dalam Pilpres 2019, penulis yakin TGB memiliki akselerasi yang tepat jika berpasangan dengan Jokowi. TGB dapat menunjang kesinambungan program dan pembangunan yang telah dijalankan pemerintahan Jokowi, yaitu di antaranya membangun infrastruktur jalan, waduk, embung, bendungan, dan program padat karya. Profesionalisme TGB telah teruji.
TGB yang memiliki prestasi besar dalam mengembangkan industri pariwisata dan pertanian tentu jadi gayung bersambut dengan program Jokowi. Jalan yang telah dibangun akan optimal menurut sasaran pembangunan jika disinkronisasi dengan industri pariwisata dan pengembangannya. Waduk dan bendungan menjadi lebih bermanfaat dalam pengembangan industri pertanian. Ini hanya bagian dari contoh kecil yang bisa penulis paparkan.
Bagaimana dengan keulamaan TGB? Tentu ini juga merupakan nilai mulia yang dimiliki TGB. Predikat TGB sebagai ulama dan umara (pejabat), tentu akan membantu merekatkan umat Islam yang dalam kondisi sekarang ini semakin terpolarisasi. Sebagai mayoritas penduduk agama Islam dan kultur masyarakatnya, TGB tentu memiliki kharisma yang dapat menyatukan perbedaan dan meredam ketegangan. TGB dapat menjadi mediator yang handal bagi pemerintah dan umat untuk menciptakan Indonesia lebih baik. Semoga. Aamiin.