Lihat ke Halaman Asli

Media Sosial Dapat Akibatkan Gangguan Mental

Diperbarui: 9 Januari 2020   11:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Menurut WHO, kesehatan mental merupakan komponen mendasar dari definisi kesehatan. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, Anung Sugihanto mengatakan bahwa persoalan kesehatan jiwa masih dianggap kalah serius dibandingkan dengan kesehatan fisik, masyarakat belum melihat kesehatan jiwa sebagai penyakit. Padahal kesehatan jiwa sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Apabila tidak ditangani, gangguan jiwa dapat mengancam kehidupan seseorang.

Berdasarkan data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, tercatat prevalensi penderita gangguan mental emosional di Indonesia pada umur 15 tahun keatas sebesar 9,8% meningkat dibandingkan tahun 2013 dengan prevalensi 6%. Sedangkan angka prevalensi depresi di Indonesia pada umur 15 tahun keatas tahun 2018 sebesar 6,1% dan hanya 9% diantaranya yang mengkonsumsi obat atau melakukan pengobatan medis.

Kesehatan mental seseorang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya tekanan dari lingkungan. Lingkungan yang dimaksud termasuk juga lingkungan di dunia maya seperti media sosial. Adanya keterbukaan informasi dan komunikasi, serta kebebasan mengekspresikan diri di media sosial, tidak memungkiri rentan terjadinya cyberbullying. 

Cyberbullying merupakan tindakan yang dapat menyakiti atau merugikan orang lain secara sengaja melalui media elektronik. Masalah cyberbullying ini muncul seiring dengan meningkatnya pengguna media sosial dan intensitas penggunaannya yang semakin tinggi, terlebih di era globalisasi saat ini media sosial sudah bukan menjadi hal yang asing dan dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat.

Hasil penelitian yang dilakukan Aini dan Apriana (2018) didapatkan data bahwa sebagian besar responden yang pernah mengalami cyberbullying mengaku mengalami depresi ringan (74,3%) dan sebagian mengalami depresi sedang (18,6%). S

ejalan dengan penelitian yang dilakukan Setyawati (2016) pada siswa SMA menunjukkan bahwa masalah cyberbullying ini muncul dikarenakan penggunaan internet yang meningkat dan munculnya media sosial, yang sering diakses para siswa. Dalam satu hari mereka mengakses media sosial selama minimal 6 jam. 

Akibatnya, mereka akan menerima dampak negatif dari terlalu sering mengakses dunia maya, yaitu para remaja menjadi malas belajar, serta dampak yang paling buruk mereka akan menerima cyberbullying.

Maraknya kasus cyberbullying ini seiring dengan munculnya media sosial dan intensitas penggunaannya. Tingginya intensitas penggunaan media sosial secara tidak langsung menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan mental penggunanya. Hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya waktu tidur, kurang konsentrasi belajar dan komunikasi, menarik diri dari kehidupan sosial, dan menimbulkan kecemasan.

Cyberbullying ini merupakan suatu tantangan yang cukup serius untuk kehidupan sosial. Untuk itu diperlukan sikap aktif korban cyberbullying untuk melapor, terlebih dengan adanya UU ITE dan Cyber Drone 9 yang merupakan sistem baru milik kementerian komunikasi dan informatika yang bekerja melawan konten negatif yang semakin melindungi pengguna media elektronik dari kejahatan.

Selain itu, bimbingan orang tua dan lingkungan terhadap penggunaan media sosial bagi remaja juga penting agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Peran profesional seperti psikologis dalam hal ini juga penting untuk dapat menghindari depresi berkelanjutan korban cyberbullying.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline