Lihat ke Halaman Asli

Khusnul Khowatim

Mahasiswa Bimbingan dan Konseling

Pengaruh Langsung Keyakinan Irasional terhadap Prokrastinasi Akademik Mahasiswa di Kota Malang

Diperbarui: 10 Agustus 2024   11:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prokrastinasi akademik atau penundaan akademik menjadi fenomena perilaku bermasalah yang sering dialami oleh mahasiswa. Perilaku ini dipengaruhi oleh pengalaman dan persepsi individu dalam mencapai kesuksesan. Fenomena ini juga menimbulkan berbagai dampak negatif bagi para mahasiswa. Penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi skor prokrastinasi akademik akan berdampak pada nilai Indeks Prestasi Semester yang semakin rendah. Dikutip dari NY Post kebiasaan prokrastinasi yang didominasi oleh mahasiswa ini memiliki berbagai resiko buruk, seperti; depresi, penyakit fisik, kesehatan yang buruk, bahkan kesulitan ekonomi. 

Salah satu alasan seseorang melakukan prokrastinasi ini karena adanya asumsi bahwa tidak memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikan tugas sehingga merasa aman sebab masih banyak waktu untuk menyelesaikannnya. Studi pendahuluan yang telah dilakukan penulis kepada 50 mahasiswa S1 Departemen Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang menunjukkan bahwa 84% mahasiswa mengaku mengalami prokrastinasi akademik. 

Bentuk prokrastinasi yang dialami beragam, yakni; menunda dalam mengerjakan tugas akademik (54%), menunda dalam memulai mengerjakan skripsi (70%), mendahulukan aktivitas lain daripada mengerjakan tugas (46%), dan terlambat mengumpulkan tugas (6%). Hal ini membuktikan bahwa prokrastinasi akademik masih menjadi masalah serius bagi mahasiswa. 

Salah satu model teoritis yang cukup populer untuk mengintervensi prokrastinasi akademik adalah model Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) dari Albert Ellis. Ellis memiliki asumsi bahwa prokrastinasi memiliki dampak yang besar dan orang yang sering melakukan penundaan mungkin menderita kecemasan, harga diri rendah, depresi, dan pemikiran irasional. Akibatnya orang mungkin akan gagal mencapai potensi yang lebih tinggi sehingga ia mendefinisikan penundaan sebagai kondisi yang sangat sulit untuk disembuhkan. Teori REBT memberikan prediksi bahwa jika seseorang memberikan respon peristiwa negatif dengan seperangkat keyakinan rasional, maka serangkaian konsekuensi kognitif-emosional-perilaku fisiologis yang fungsional dan adaptif akan muncul. 

Begitu pula sebaliknya, jika seseorang memegang seperangkat keyakinan irasional tentang peristiwa negatif yang dialami, maka serangkaian respons kognitif-emosional-perilaku fisiologis yang disfungsional dan maladaptif akan berkembang. Perkembangan terakhir REBT mengklasifikasikan bahwa keyakinan irasional terbagi atas empat jenis, yakni; demandingness (DEM), catastrophising (CAT), self-depreciation (DEP), dan low frustration tolerance (LFT). Demandingness yakni tuntutan absolut terhadap diri sendiri; Catastrophising yakni penilaian buruk terhadap diri sendiri; Self-depreciation yakni penjatuhan diri individu ketika menemui tuntutan; dan Low frustration tolerance yakni toleransi rendah individu terhadap suatu situasi.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji pengaruh empat keyakinan irasional, yakni demandingness (DEM), catastrophising (CAT), self-depreciation (DEP), dan low frustration tolerance (LFT) terhadap prokrastinasi akademik (PROC). Secara komprehensif hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan antara keyakinan irasional dengan prokrastinasi akademik hanya terjadi pada jalur demandingness (DEM) ke low frustration tolerance (LFT) dan catastrophising (CAT) ke prokrastinasi akademik (PROC). 

Sehingga dapat disimpulkan bahwa jalur yang berdampak langsung pada prokrastinasi akademik berdasarkan model teori REBT adalah jalur catastrophising (CAT). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil ini tidak sesuai dengan asumsi Ellis yang menyatakan bahwa demandingness merupakan keyakinan irasional primer yang mempengaruhi berbagai tekanan psikologis secara tidak langsung melalui keyakinan irasional sekunder (catastrophising, self-depreciation, dan low frustration tolerance).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline