Kondisi perekonomian negara Indonesia ketika awal mula pandemi mulai merebak sangatlah buruk. Banyak perusahaan perusahaan manufaktur, produksi, industri, barang dan jasa, terpaksa harus berhenti beroperasi sementara waktu. Hal tersebut mengakibatkan kemunduran laju perekonomian. Imbas dari situasi tersebut menyebabkan menurunnya tingkat perekonomian negara Indonesia dalam skala Nasional dan Internasional. Dilihat dari skala nasional banyak sekali daerah-daerah di Indonesia yang masyarakatnya terpaksa harus berhenti bekerja, resign, di-phk, gagal produksi dan menjadi pengangguran. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan baik secara sosial maupun perekonomian.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kemerosotan ekonomi agar tidak bobrok, maka usaha-usaha dan macam kebijakan-kebijakan pun mulai dikerahkan. Upaya yang hendak dilakukan ialah memperbaiki tatanan perekonomian, pengoperasian kembali perusahaan-perusahaan agar kembali produktif, membuka banyak lapangan pekerjaan, menganjurkan untuk tetap produktif walaupun di rumah saja, dan melakukan subsidi bantuan dari pemerintah kepada daerah daerah tertinggal yang membutuhkan.
Sejatinya, bantuan memberikan dampak positif dan kebermanfaatan bagi satu sama lain, dan keberlanjutan di dalam kehidupan lingkungan sosial dan budaya masyarakat. Dengan adanya bantuan subsidi dari pemerintah masyarakat menjadi terbantu dan sedikit tidak terbebani atas kebutuhan-kebutuhan pokoknya dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut memang benar, namun apabila bantuan subsidi yang diberikan pemerintah di salah artikan, maka akan menimbulkan kecemasan terhadap manajemen konsumsi dan pola kehidupan masyarakat menjadi tidak baik dan tidak seimbang. Salah artian yang dimaksud disini ialah bantuan yang di berikan secara terus-menerus akan menyebabkan ketergantungan ekonomi, namun apabila di hentikan pun akan menyebabkan masyarakat semakin miskin dan di khawatirkan tidak bisa melanjutkan kehidupan tanpa terpenuhinya beragam kebutuhan pokok dan asupan gizi yang cukup.
Rasa ketergantungan timbul karena manusia terus berpikir, dimana kemampuan berpikir tersebut di bentuk dari interaksi sosial yang terjadi disekitarnya. Kemampuan berpikir manusia di bentuk dari Interaksi sosial. Dari Interaksi, maka masyarakat tidak bisa mengabaikan gejala sosial yang terjadi, sama hal nya seperti kebudayaan yang lambat laun menghilang kemudian tumbuh lagi. Pada tahap ini, masyarakat harus selalu bisa beradaptasi dengan lingkungannya. Masyarakat akan melakukan tindakan-tindakan yang dapat memguntungkannya di masa depan. Ketergantungan di sini di lihat dari sudut pandang sosiologis merupakan tindakan sosial yang sebagaimana di jelaskan oleh George Herbert Mead dalam teori interaksionisme simbolik. Dimana bantuan subsidi yang diberikan oleh pemerintah baik berupa tunai, gaji, ataupun bahan-bahan pokok lainnya dijadikan sebagai simbol yang bisa diharapkan secara berkala sehingga timbul rasa ketergantungan. Tindakan ini didasari pula oleh self, mind, and society.
Masyarakat, diri pribadi dan pikiran merupakan tiga unsur dari proses tindakan sosial. Tindakan sosial terdiri dari; isyarat seorang individu, respon individu terhadap isyarat dari orang lain, dan hasil atau makna komunikasi dari suatu tindakan. Komunikasi dapat terjadi jika terdapat significant symbol, tindakan sosial dibutuhkan untuk memahami makna dan motif yang mendasari perilaku manusia. Oleh karena itu, tindakan sosial selalu ditujukan tidak hanya kepada diri sendiri tetapi untuk orang lain disekitarnya. Konsep lainnya adalah self atau diri pribadi yang berlaku sebagai objek, role taking yaitu pengambilan peran dalam memahami diri, significant others yaitu orang-orang yang berarti dalam kehidupan seseorang yang mempengaruhi pemaknaan, generalized other yaitu gabungan untuk melihat diri, Mind yaitu proses interaksi dari diri sendiri serta perilaku diri tidak terorganisasi, impulsif dan Me (generalized other). (Haryanto, 2016)
Dalam perspektif teori interaksionisme simbolik yang disebut sebagai realitas kebenaran maupun budaya manusia yakni produk dari interaksi antar individu dalam suatu jalinan yang kompleks, tempat masing-masing individu mendefinisikan dirinya dan juga mendefinisikan situasi ketika dia berinteraksi pada waktu itu. Realitas yang terjadi antar kelompok sosial mungkin berbeda, tetapi dalam satu kelompok sosial terdapat sistem pengetahuan yang bersifat taken for granted mengenai sesuatu yang nyata atau real itu didasarkan kepada kebenaran "natural". Sementara itu, pada masyarakat lain kebenaran lebih bersifat transcendental. (Haryanto, 2016)
Selanjutnya, poin central teori interaksi simbolik melihat bagaimana anggota masyarakat memproduksi dan mereproduksi sistem pengetahuan melalui interaksi sosial yang mereka jalin dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan perspektif teori interaksionisme simbolik, seorang individu bertindak berdasarkan makna yang diterima dari orang lain. Makna tersebut mengalami modifikasi selama proses interaksi sosial berlangsung, simbol digunakan sebagai tempat seseorang berkomunikasi dengan yang lain. Dengan demikian, individu mempunyai kemampuan secara alamiah dan kultural dalam melakukan interpretasi makna terhadap objek di sekitarnya, ketika interaksi sosial berlangsung.
Bagi kaum interaksionis, manusia adalah faktor yang bersifat pragmatis, manusia secara terus-menerus harus menyesuaikan perilakunya dengan tindakan orang lain. Manusia mampu menyesuaikan perilakunya tersebut karena mampu menginterpretasikannya, seperti melakukan denotasi secara simbolik, bertindak dan membentuk dirinya sebagai objek. Proses penyesuaian tersebut ditujukan untuk meningkatkan kemampuan secara imajinatif memilih alternatif tindakan yang akan dilakukan. Dengan demikian pemahaman makna dari konsep diri pribadi mempunyai dua sisi, yang pertama isi pribadi (self) dan kedua sisi sosial (person).
Karakter diri secara sosial atau person dipengaruhi oleh "teori" (aturan, nilai-nilai, norma-norma) budaya seseorang berada dan dipelajari melalui interaksi dengan orang-orang tersebut. Konsep diri terdiri dari dimensi di pertunjukan (display) sejauh mana unsur diri berasal dari diri sendiri atau lingkungan sosial (realization) dan sejauh mana diri dapat berperan aktif (agency). Ketika orang menanggapi apa yang terjadi di lingkungannya, hal itu disebut dengan conduct sikap. Teori interaksionisme simbolik menjelaskan bahwa individu atau motif dari tindakan yang terdiri atas sekumpulan orang tertentu, saling menyelaraskan tindakan mereka melalui proses interpretasi. Apabila aktor berbentuk kelompok, tindakan kelompok itu merupakan tindakan kolektif dari individu yang tergabung ke dalam kelompok itu, bagi teori ini interaksi individual dan interpretasi merupakan kunci terminologi dalam memahami kehidupan sosial. Penjelasan ini berdasarkan pada 5 asumsi yang dibangun menurut Ritzer dalam buku Spektrum Teori Sosial dari Klasik hingga Post-Modern oleh Sindung Haryanto, yaitu sebagai berikut:
Manusia hidup dalam suatu lingkungan simbol serta memberikan tanggapan terhadap simbol-simbol tertentu.
Melalui simbol-simbol manusia berkemampuan menstimulasi orang lain dengan cara-cara yang mungkin berbeda dari stimulus yang diterimanya dari orang lain itu.
Melalui komunikasi simbol-simbol dapat dipelajari sejumlah besar arti dan nilai-nilai dan karena itu dapat dipelajari cara-cara tindakan orang lain.
Simbol makna serta nilai-nilai yang berhubungan dengan mereka tidak hanya terpikirkan oleh mereka dalam bagian yang terpisah pisah, tetapi selalu dalam bentuk kelompok yang kadang-kadang luas dan kompleks.
Aktivitas berpikir merupakan suatu proses pencairan kemungkinan yang bersifat simbolis dan untuk mempelajari tindakan-tindakan yang akan datang,menaksir keuntungan dan kerugian relatif menurut penilaian individual yang salah satu diantaranya dipilih.