Lihat ke Halaman Asli

khusnul ashar

ordinary people

TKI On Sale

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dari kawasan Chow Kit Kuala Lumpur, Migrant Care memotret iklan yang menawarkan jasa pembantu rumah tangga dari Indonesia yang penggalan kalimat promosinya berbunyi “ TKI on sale”. Iklan tersebut cepat beredar, beberapa kalangan tersinggung dan murka. Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) akan mengirim surat protes dan mengancam penghentian kiriman TKI .

Gagasan menghentikan pengiriman TKI ke Malaysia nampaknya tidakbanyak bermanfaat selama potensi arus TKI ke Malaysia yang terus membanjir tidak kita kendalikan. Pemerintah bisa saja menyetop pengiriman TKI legal, namun menutup arus TKI ilegal adalah mustahil. Kemarahan masyarakat dan pemerintah hanya menghabiskan energi apalagi bila diikuti dengan tindakan-tindakan provokatif yang mengarah pada munculnya konflik diantara bangsa serumpun. ‘TKI on sale’ bukan mencerminkan sikap pemerintah Malaysia, iklan itu hanya bagian dari upaya sektor bisnis pengerah tenaga kerja Malaysia untuk mendulangminat calon pengguna jasa kerja. Wajah Indonesia yang tidak elok dan kurang dihormati dinegeri jiran tersebut tidak terlepas dari dominannya jumlah TKIberprofesi ‘kurang prestisius’ .

Kondisi pasar kerja untuk tenaga kerja kurang terdidik di dalam negeri kita sangat memprihatinkan. Menurut BPS, jumlah tenaga kerja kita yang berpendidikan SD kebawahmasih 55 juta orang sedangkan lowongan kerja untuk mereka di kantor-kantorpemerintah/swasta hampir nihil. Untuk menjadi petugas cleaning service saja di kantor-kantor pemerintah/swasta minimal harusberpendidikan SMP; untuk menjadiSatpam minimal harus mengantongi ijazah SMA.Kalau sudah demikian, apalagi yang bisa mereka harapkan dari pasar kerja dinegeri ini kecuali harusbertarungdisektor informal sebagai pedagang asongan , bakulan di pasar atau membuka usaha rumahandengan penghasilan tidak pasti. Disektor kerja upahan, gajimereka sebagaiburuh tani, buruh bangunan, buruh pabrikatau sebagai pembantu rumah tangga sangat tidak memadai untuk hidup layak . Apa yang harus dilakukan ?

Untuk sasaran jangka panjang kita wajib mendukung program wajib belajar dua belas tahun, memperbanyak sekolah-sekolah kejuruan dan program akademi komunitas. Namun persoalan yang sedang kita hadapi saat ini adalah buruknya kondisi pasar kerja kaum kurang terdidik di dalam negeri. Mereka tidak bisa hidup hanya dengan upah lima ratus ribu atau satu juta perbulan.Program dukungan kepada usaha kecil mikro dan usaha rumahan memang harus dilanjutkan agar mereka yang berjiwa wirausaha bisa hidup lebih baik namun bagi mereka yang berstatus pekerja upahan sebagai buruh pabrik atau pembantu rumah tanggasangat membutuhkan kesungguhan pemerintah dalam mengawal implementasi kebijakan upah minimum regional. Bila majikan masih belum mampu memenuhi tuntutan upah diatas dua juta yang sekarang marak diajukan buruh lewat demontrasi, paling tidak penerapan UMR yang ada sekarang haruslah menjadi agenda kerja utama KementrianTenaga Kerja dan Transmigrasi, tidak hanya kepada dunia usaha semata tetapi juga sampai pada unit rumah-tangga.

Jumlah rumah tangga di Indonesia pada tahun 2010 menurut BPS adalah sebanyak61,1 juta. Apabila 35% dari mereka adalah tergolong kelas menengah, maka ada sekitar22 juta rumah tangga di negeri ini yang membutuhkan pembantu rumah tangga dan sanggup membayar upah sesuai UMR. Apabila pemerintah dari pusat sampai daerah bersungguh-sungguh menerapkan UMR sampai ke level rumah tangga, jumlah calon TKW yang berniat mencari kerja diluar negeri pasti turun drastis. Pada dasarnya para TKW kita di luar negeri sangat merindukan bisabekerja dinegeri sendiri ketimbang harus membanting tulang di luar negeri, terpisah dengan anak dan suami.

Secara moral, pemerintah sebenarnya tidak ada alasan untuk tidakmenerapkan UMR sampai pada tingkat unit rumah tangga. Penerapan UMR untuk pembantu rumah tangga pada tingkat rumah tangga memang bukan pekerjaan mudah. Resistensi kalangan menengah pasti ada. Mereka selama ini sudah sangat lama menikmati kemewahan dengan adanya pembantu yang dibayar murah jauh dibawah pengeluaran merekauntuk membiayai pulsa, baju baru dan kuliner. Sudah waktunya pemerintah memperbaiki kondisi ketidak adilan ini.

Apabila masih memerlukan tambahan amunisi kekuatan hukum, pemerintah bisa melanjutkan dan mendesak DPR untuk mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) mengenai PRT (Pembantu Rumah Tangga). RUU tersebut perlu memasukkan hak-hak pekerja yang mendasar, termasuk di antaranya pengertian yang jelas mengenai jam kerja, waktu istirahat dan upah minimum. Disamping itu, undang-undang mengenai kekerasan dalam rumah tangga (tahun 2004) harus dikawal dan diimplementasikan secara keseluruhan, karena kebanyakan orang tidak menyadari bahwa hukum tersebut berlaku pula bagi para PRT.Pembantu rumah tangga dilindungi oleh undang-undang yang saat ini menjamin hak-hak pekerja di Indonesia, terutama Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menjamin hak-hak pekerja lain seperti: upah minimum, ketentuan jam kerja sebanyak 40 jam perminggu, serta standar mengenai waktu istirahat rutin serta hari-hari libur. Tanpa perlindungan hukum yangmemadai para PRT sangat rentan terhadap eksploitasi dan mereka pasti akan tergoda untuk menjadi PRT di luar negeri walaupun illegal dan rentan untuk menjadi obyek dagangan yang diiklankan dengan kalimat TKI on sale.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline