Lihat ke Halaman Asli

Khusnul Kholifah

Ibu dan Pendidik

Peran Orangtua Suportif terhadap Eksplorasi Identitas Diri bagi Remaja

Diperbarui: 26 Mei 2024   12:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak unjuk bakat depan orangtua. (Dok RichLegg via grid.id)

"Aku tidak punya bakat, bingung nanti mau jadi apa. Tidak seperti si C, dia punya piala lomba seabrek. Prestasinya banyak sekali, belum lagi kalau di kelas, kepandaiannya mendominasi teman-temannya."

Demikianlah secuil pernyataan salah seorang anak sekolah yang usianya beranjak remaja. Perasaan bingung yang menderanya menimbulkan beragam asumsi. 

Kemungkinan karena dari dirinya sendiri yang tidak berinisiatif mengasah kemampuannya atau bisa juga karena kurangnya daya dukung keluarga terhadap prestasi belajarnya.

Lain halnya dengan si C yang kemungkinan memiliki minat tinggi untuk berprestasi. Ia mampu mengeksplorasi diri sehingga dengan mudah dapat meraih prestasi. Kemungkinan lain, si C memiliki keluarga yang bisa menjadi support system yang baik untuk mengasah bakat dan kemampuannya.

Gambaran situasi dan kondisi di atas merupakan salah satu contoh yang seringkali penulis jumpai pada murid sekolah menengah atas (SMA). Tidak jarang dari mereka sudah pesimis duluan perihal minat dan bakatnya sebagai penunjang masa depan.

Terdapat beberapa hal yang melatarbelakanginya. Pertama, ketiadaan dukungan dari orang-orang terdekat misalnya orang tua. Padahal, anak di usia remaja sangat membutuhkan dukungan berupa persetujuan, bimbingan, dan arahan agar tidak salah jalan.

Kedua, ketidaktahuan, keterbatasan pemahaman, atau minim literasi baik anak maupun orang tua. Sedangkan seharusnya, sudah sepatutnya orang tua memberikan edukasi yang dapat meningkatkan kemampuan anak seperti motivasi belajar, menciptakan ide, pengambilan keputusan, dan menyelesaian masalah.

Ketiga, faktor finansial. Kondisi keuangan orang tua yang berbeda-beda juga dapat memengaruhi sikap orang tua terhadap ketertarikan anaknya pada sesuatu. Kondisi ini bisa menjadi salah satu daya dukung orang tua untuk mengasah kemampuan anak.

Contoh lain yang masih ada di sekitar kita yakni orang tua yang memiliki kecenderungan menaruh standar tinggi pada anaknya. Berharap anaknya berprestasi pada bidang tertentu namun yang didapati anak merasa terpaksa. Anak tetap menjalankannya walau terkadang tidak sesuai dengan kata hati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline