Lihat ke Halaman Asli

Khusnul Kholifah

Ibu dan Pendidik

Selain Cukai, Simak 6 Kebiasaan Baik untuk Mengontrol Konsumsi MBDK

Diperbarui: 15 Januari 2024   12:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustarsi: Rak minuman berpemanis dalam kemasan di supermarket. (Sumber: Unsplash/Franki Chamaki via kompas.com)

Pernahkah Anda dalam sehari tidak mengonsumsi minuman manis? Atau bahkan Anda "puasa" minum minuman manis?

Sejak dahulu, salah satu kebiasaan sebagian besar masyarakat Indonesia adalah mengonsumsi makanan pedas dan ditutup dengan minuman manis. Pemandangan demikian masih sering saya dapati ketika berada di warung makan maupun restoran cepat saji.

Mengonsumsi minuman manis selepas makan makanan pedas memang terasa nikmat dan menyegarkan. Namun, apabila minuman manis tersebut kita konsumsi secara berkala pasti akan berdampak pada kesehatan. Maka, beruntung bagi anda yang sudah bisa mengontrol konsumsi minuman manis.

Minuman manis merujuk pada produk minuman yang mengandung gula tambahan atau pemanis lainnya seperti sirup jagung, sukrosa (gula tebu), konsentrat minuman buah, aspartam, sakarin, siklamat, dan masih banyak lagi.

Banyak dan masifnya ragam merk dan jenis minuman manis atau selanjutnya kita sebut minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) meliputi susu, teh, kopi, minuman elektrolit, sari buah, dan soda dapat berdampak pada status kesehatan masyarakat di Indonesia.

Berdasarkan pada penelitian Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 bahwa lebih dari 60% orang Indonesia minum satu jenis minuman berpemanis setiap hari. Berdasarkan pada survei kesehatan tersebut pula, obesitas dan diabetes meningkat di usia muda.

Hal demikian sejalan dengan antusiasme Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang sedang "memperjuangkan" penerapan cukai pada MBDK. Ketua Pengurus YLKI Indah Sukmaningsih menyampaikan pada salah satu program di kanal Youtube bahwa Indonesia darurat MBDK. 

YLKI prihatin dengan peningkatan dua kali lipat penyakit diabetes yang terjadi pada anak-anak dan remaja. Tentu hal tersebut menjadi sebuah ancaman dimana anak-anak dan remaja yang notabene dipersiapkan sebagai generasi sehat dan handal menuju generasi emas tahun 2045.

MBDK yang biasa kita temui dengan kemasan berupa botol, kaleng, kardus/karton, maupun sachet diklaim sebagai minuman menyegarkan dan berenergi. 

Padahal, minuman tersebut perlu ditinjau ulang lagi karena kandungan gulanya yang tinggi. Minuman berpemanis ini tinggi kalori namun rendah gizi yang didominasi oleh rasa manis.

Berdasarkan hasil riset YLKI bahwa anak-anak dan remaja adalah konsumen utama MBDK. Hampir 26% anak dan remaja yang berusia di bawah 17 tahun mengonsumsi minuman berpemanis setiap hari dan 31,6% mengonsumsinya setiap 2-6 kali dalam seminggu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline