Lihat ke Halaman Asli

Khusnul Zaini

Libero Zona Mista

Antitesis Perspektif Positif Omnibus Law Cipta Kerja

Diperbarui: 11 Oktober 2020   19:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tokoh filsafat Jean Rosseau yang mengenalkan teori kontrak social, mengatakan bahwa "hukum yang tidak adil adalah apabila hukum positif itu bertentangan dengan kepentingan umum".

Pernyataan Jean Rosseau ini, setidaknya ada relevansinya dengan tahapan proses hingga pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), yang saat ini marak mendapat respon pro dan kontra dari berbagai kalangan warga masyarakat Indonesia.

Konsekwensi negara penganut sistem demokrasi, memposisikan rakyat sebagai konstituen politiknya wajib menerima produk politik berupa UU yang dinilai baik dan benar secara subyektif anggota legislative. Jika menolak karena ada sesuatu yang salah dan patut ditolak, negara menyediakan prosedur Judicial Review untuk menguji melalui Mahkamah Konstitusi.

Kehadiran UUCK ini, secara politik, diduga akan dimanfaatkan sebagai pintu masuk para pialang politik dengan agendanya masing-masing. Atau bagi subyek pelaku dan penikmat tertentu yang terkena dampak hilangnya imbalan tertentu. Maupun partai politik yang menyatakan tidak setuju pengesahannya.

Membangun opini public, berdemonstrasi, membuat pernyataan sikap, maupun tindakan politik lain menentang pelaksanaannya, tentu tidak bisa dihindarkan. Semuanya sah dan dibolehkan menurut UU. Meski demikian, dalam menyampaikan aspirasinya harus dengan cara elegan sesuai etika politik, tidak dengan cara memaksakan kehendak hingga memancing dan menimbulkan tindakan anarkis, tindakan kekerasan dan pengrusakan sarana publik.

Silang pendapat para pihak yang mewakili pro dan kontra terhadap keseluruhan material yang termaktub dalam UUCK, pada dasarnya masing-masing pihak menggunakan narasi dan argumen yang sama. Kedua kelompok bertumpu pada basis asumsi dengan perspektif tafsir/penafsiran berdasarkan kalkulasi kebenaran subyektifnya masing-masing.

Padahal, kalua ingin memastikan ada dan tidaknya pengaruh dampak (positif-negatif) penerapan sebuah peraturan perundangan, minimal rentang waktu tiga hingga lima tahun kemudian. Tentunya setelah ada kelengkapan peraturan turunannya (PP, Perpres, Permen, Perda).

Dalam teori kausalitas, tentu ada agenda politik besar dan fundamental dibalik semua itu. Apakah lembaga legislative mendapat pengaruh kelompok oligarki? Atau UUCK menjadi kebutuhan sangat mendesak dan mendasar untuk menarik investasi? Atau sebagai jawaban masalah lapangan kerja? Atau sebagai pranata hukum paling efekti menyelesaikan konflik tenurial yang sudah menaun dan bersifat laten?

Jika menelisik alasan DPR RI bersikukuh menetapkan UUCK, ditengarai karena tiga hal sedang diupayakan sebagai solusi untuk masalah (1) lapangan pekerjaan (perkotaan dan pedesaan), (2) investasi dan investor (pembangunan pabrik baru dan izin konsesi), dan (3) penyelesaian konflik tenurial (hutan/tambang/perikanan) yang sudah menaun bersifat laten.

Andai ada dugaan lolosnya UUCK ini karena keterlibatan kelompok Oligarki, maka praktik oligarki diduga kuat benar adanya. Mereka bergerak dengan sebuah konvensi, melakukan permufakatan dengan kesepakatan tak tertulis, tetapi praktiknya dijadikan rambu-rambu bagi/diantara para pelakunya.

Basis kekuatan praktik Oligarki, terletak pada modal/dana yang dimiliki. Ketersediaan modal/dana mereka sebagai alat perantara membayar siapa saja yang mau diperintah atau diajak kerjasama. Imbalan bagi kelompok Oligarki, bisa menyelamatkan semua mainan/aset yang sedang mereka operasikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline