Masa pandemi Covid-19 mengharuskan semua orang untuk tetap berada di rumah dengan alasan keamanan. Bekerja, belajar, berkarya, dan beribadah dari rumah menjadi pilihan yang terbaik saat ini sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19.
Anak-anak yang tidak bisa berangkat sekolah, membutuhkan sebuah lingkungan rumah yang mendukung tumbuh kembang secara optimal.
Kebiasaan dan pola rutinitas orang tua di rumah dalam aktivitas literasi akan memberikan pengaruh pada anak. Interaksi serta intensitas keluarga dalam aktivitas literasi mempunyai hubungan yang signifikan dalam membangun literasi anak.
Interaksi anak-orangtua mempengaruhi dalam hal kelekatan, pengendalian diri, prososial, kompetensi dan motivasi berprestasi (Berns, 2012).
Rumahku adalah Surgaku. Kalimat ini menggambarkan sebuah tempat penuh kenyamanan, yang selalu dirindukan untuk kembali pulang.
Rumah adalah tempat berkumpul seluruh keluarga, dimana para penghuninyanya saling berbagi, menghargai, menghormati, dan melengkapi.
Rumahku adalah Sekolah Pertamaku. Rumah adalah pusat ilmu pengetahuan, saat penghuni rumah menjadikannya tempat belajar, diskusi, membaca, menulis, dan membicarakan berbagai pengetahuan dan kebermanfaatannya dalam kehidupan.
Saat seorang bayi terlahir dan menjadi sumber kebahagian sebuah keluarga, maka guru pertama dalam kehidupannya adalah orang tua, ibu dan ayahnya.
Rumah adalah sekolah pertama karena pembelajaran literasi yang paling awal berupa pemerolehan bahasa dari bunyi-bunyian yang distimulasi oleh orang-orang dewasa pada bayi yang hadir di rumah. Mengenal bunyi-bunyian merupakan awal kemampuan bahasa anak, dilanjutkan dengan stimulasi kosa kata, bahasa lisan, dan juga tulisan.
Home Literacy Environment (HLE) atau lingkungan literasi rumah merupakan sebuah payung yang digunakan untuk mendeskripsikan interaksi yang terkait dengan literasi, sumber daya, dan perilaku yang ditunjukkan anak di rumah dan merupakan faktor penting yang mempengaruhi literasi anak usia dini (Hamilton, Hayiou-Thomas, Hulme, & Snowling, 2016).