Belakangan ini, hampir di semua tempat, kita mendengar bunyi permainan lato-lato. Ya, permainan yang satu ini tidak hanya digemari oleh anak-anak saja, tetapi juga kaum remaja, bahkan dewasa.
Namun, tidak semua orang lihai dalam memainkan lato-lato sehingga banyak orang yang rela meluangkan waktunya untuk sekadar belajar trik dalam memainkan lato-lato. Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab seringnya kita menjumpai lato-lato, baik di sekolah, kafe, tempat-tempat umum, tidak terkecuali di media sosial.
Beberapa orang bahkan mengadakan kegiatan turnamen lato-lato yang bisa diikuti oleh masyarakat, tanpa adanya batas usia, seperti yang digelar pada festival Lampung Night Fair (31/2/2022).
Antusias masyarakat terhadap acara ini terbilang cukup baik. Dari anak-anak hingga kaum dewasa sama-sama unjuk skill dalam memainkan mainan yang viral satu ini. Lalu, apa sebenarnya lato-lato itu? Bagaimana sejarahnya dan apakah permainan ini memiliki dampak positif bagi pemainnya? Berikut ini penjelasan lengkapnya.
Sejarah Lato-Lato
Mainan lato-lato sebenarnya sudah ada sejak tahun 1990-an, tetapi mulai digandrungi kembali saat ini. Permainan ini bertujuan untuk membenturkan dua bola kecil hingga menimbulkan bunyi 'tok-tok' secara berulang kali tanpa henti. Siapa yang memainkannya lebih lama, dialah pemenangnya.
Lato-lato populer hampir di seluruh daerah dengan nama yang berbeda-beda, seperti etek-etek (Jawa Tengah), nok-nok (Jawa Barat), dan katto-katto (Makassar). Walaupun demikian, Lato-lato bukanlah permainan asal Indonesia, sebab permainan ini juga sudah dikenal di Amerika Serikat, tepatnya pada tahun 1960-an dan diberi nama Clackers.
Di Argentina, lato-lato pada awalnya digunakan sebagai senjata. Senjata tersebut dinamakan Bolas dan digunakan oleh para Koboi Argentina untuk menangkap hewan guanaco. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, dibuatlah miniatur dari senjata tersebut yang dapat dimainkan oleh anak-anak.
Tidak hanya di Amerika, mainan lato-lato juga menjamah penduduk Calcinatello, sebuah daerah provinsi kecil di Italia. Bahkan, menurut sejarawan John P. Swann, Calcinatello sampai mengadakan kompetisi tahunan untuk Lato-lato. Walau populer, rupanya permainan tersebut rupanya sempat memakan korban jiwa.
Hal itu disebabkan pada awalnya, Lato-lato terbuat dari kaca. Ketika terus menerus dibenturkan, kaca pun pecah dan melukai anak-anak yang memainkannya. Perlahan, kaca pun mulai digantikan dengan plastik. Sayangnya, plastik yang sering dibenturkan dengan cepat tetap tidak menyelesaikan masalah. Lato-lato yang terbuat dari plastik lebih sering meledak dan tetap melukai sang pemain.
Seperti yang dilaporkan oleh New York Times, pada 12 Februari 1974, mereka menulis setidaknya empat pemain cedera akibat Lato-lato. Karena itu, Food and Drug Administration Amerika Serikat (FDA) memberikan peringatan kepada publik akan bahaya keamanan dari mainan tersebut. Karena itulah, tak lama kemudian, para pejabat sekolah setempat pun melarang permainan tersebut.