Studi kasus: Konflik Etnis Rohingya di Myanmar
Pohon Konflik
Daun: adannya orang-orang Rohingya di Myanmar yang terasingkan dan menjadi pengungsi di beberapa negara.
Dahan: terlihat adanya kekerasan, deskriminasi yang dialami oleh etnis Rohingya di Myanmar dan pemerintahan Myanmar tidak mau mengakui warga Rohingya sebagai warga negaranya.
Akar: adanya etnis Rohingya yang melakukan pemberontakkan kepada pemerintahan untuk mendirikan negara sendiri dan bergabung dengan Bangladesh. Rohingya tidak dianggap sebagai etnis di Myanmar. Rohingya melakukan serangan terhadap mayoritas Burma di dekat perbatasan Myanmar-Bangladesh.
Level Analisa
Disini penulis menggunakan level analisa individual. Fokus penelaahan konflik ini adalah sikap dan perilaku etnis Rohingya. Etnis ini tidak dianggap sebagai kelompok etnis yang sebenarnya oleh etnis Burma, karena Rohingya adalah salah satu kelompok etnis minoritas dan penampilannya lebih mirip orang Asia Selatan daripada orang Asia Tenggara. Selama ini, pemerintah Myanmar menganggap Rohingya sebagai warga negara ilegal Bangladesh. Di Myanmar, minoritas ini sering didiskriminasi dan menjadi sasaran kekerasan terutama bagi etnis Rakhine dan Burma.
Konsep
Disini penulis menggunakan konsep Hak Asasi Manusia. Konflik etnis Rohingya di Myanmar merupakan fenomena yang melanggar Hak Asasi Manusia. Menurut Prof. Koentjoro Poerbobranoto, Hak Asasi Manusia adalah dasar atau hak-hak yang harus dimiliki oleh masing-masing orang yang menurut kodratnya tidak dapat dipisahkan dan bersifat sakral. Dalam konflik ini orang-orang Rohingya yang seharusnya mendapatkan hak yang sesuai dan perdamaian namun malah merasakan kekerasan, penindasan, dan deskriminasi.
Analisa
Pemerintah dan mililter Myanmar dikuasai oleh etnis Burma. Agama mayoritas Burma adalah Budha Theravada. Sedangkan di negara bagian Rakhine yang berbatasan dengan Bangladesh terdapat penduduk Islam / Arakan yang dikenal sebagai etnis Rohingya. Agama Islam diperkirakan 4% dari penduduk Rakhine. Hal ini menjadikan etnis Rohingya sebagai minoritas di negara Myanmar (Raharjo, 2015).