Serasa saya mau tutup telinga kalau marbok itu mengumumkan data keuangan mesjid.
"Berikutnya perkembangan kas mesjid blah blah Jumat ini adalah, pengeluaran, beli kuas Rp 25 ribu , foto copy R1500, etc," begitu kira kira saban Jumat, menjelang mau shalat Jumat.
Tentu saja bagus dari segi pertanggujawaban sumbangan para penyumbang. Hanya saja itu terdengar kekanank-kanakan. Dan sangat mengganggu orang yang baru saja masuk ke mesjid dan shalat sunnat. Plus mengganggu yang lagi khusuk zikir dan tadarrus. Pengumuman itu bukan saja data pengeluaran kas mesjid tapi juga sumbangan yang masuk, dan diumumkan dengan loudspeaker yang keras.
Ada cara moderat yang bisa dilakukan jika memang mesjid menghendaki ketransparanan data keuangan yang masuk ke mesjid, yaitu dengan cara memprintnya itu tiap jumat, menggandakannya, lalu meletakkannya di tempat yang bisa dijangkau orang dewasa atau bagi mereka yang mau mengetahui keuangan mesjid.
Kelihatannya yang begini cuma ada di Indonesia. Dan tradisi ini sebaiknya dihilangkan sama sekali.
"Membeli obat nyamuk Baygon dua pak Rp 6500, membeli materai satu lembar Rp 6000, membeli nasi bungkus tukang Rp 14.000, ..."
Piuhhh....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H