Pagi di jam kerja, seorang perempuan cantik dan seorang pria tampan, melangkah energik. Mereka memasuki gedung perkantoran diiringi narasi suara yang mengantar kita pada persoalan esensial yang bakal kita tonton sepanjang nyaris dua jam.
Tidak ada hubungan yang benar-benar setara di dunia ini. Ketika dua orang, salah satunya pasti akan lebih dominan.
Mungkin jauh di lubuk hati ada naluri untuk mendominasi atau patuh pada orang lain, yang tersembunyi di alam bawah sadar kita.
Bukankah di dalam hatimu juga ada satu keinginan tersembunyi yang tidak bisa kau ceritakan kepada orang lain?
Di tengah duduk yang belum pewe dan mata yang belum awas, benak kita telah dibuat mekar oleh sang narator. Barisan kalimat di atas, tentu bukanlah premis cerita film ini. Namun, itulah premis dari salah satu sisi kehidupan kita.
Daya Jelajah Genre dan Gagasan Cerita Film Korea
Industri film Korea berwarna sangat kaya. Daya jelajahnya, ibarat kontener dalam dekapan kapal di lautan luas, telah berada di ribuan mil dari pelabuhan terakhir tempat mereka menarik sauh.
Beriring di dalamnya adalah konten (dalam konteks perbincangan ini adalah skenario atau cerita film) dengan beragam genre, subgenre dan ide-ide yang bermekaran disertai eksekusi yang kontekstual (muatan lokal).
Demikian pula dengan sumber cerita, baik yang tumbuh secara organik sebagai skenario asli, maupun berjenis-jenis adaptasi, serta alih wahana dari berbagai rujukan, mendapat peluang emas menemukan panggung-panggungnya.
Dalam konteks film Love and Leashes, titik berangkat skenario yang ditulis oleh Lee Da-hye dan Park Hyeon-jin adalah webtun Moral Sense (The Sensual M) oleh Gyeoul (Winter).
Love and Leashes dimainkan dalam genre Romansa Komedi (Romkom). Perihal asal-muasal genre, secara teknis kita mengerti bahwa subgenre "komedi" disisipkan di dalam genre "Romansa", yang dalam Inggris-nya dalah Romance--bukan Romantic (Romantis).