Lihat ke Halaman Asli

Ang Tek Khun

TERVERIFIKASI

Content Strategist

Jleb! Sujiwo Tejo pun Mendongeng Tentang Kebudayaan Vs TIK

Diperbarui: 19 September 2016   10:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sujiwo Tejo Mendongeng Tentang Kebudayaan vs TIK

Kehadiran Teknologi Informasi dan Komunikai (TIK), seolah berdiri di depan dan berlari meninggalkan banyak hal yang telah hadir sebelumnya, termasuk di dalamnya adalah kebudayaan. Bahkan keduanya kerap kali dianggap bertentangan dan saling meniadakan. Kebudayaan seolah 'produk' masa lalu, dan TIK adalah 'produk' masa depan.

Namun, asumsi ini terbantahkan saat panitia Festival CanDoRI TIK 2016 mengundang kehadiran budayawan Sujiwo Tejo untuk mengisi seminar dan talkshow bertajuk 'TIK untuk Pariwisata dan Kebudayaan', Sabtu, 17 September 2016 bertempat di Ghratama Pustaka, Yogyakarta. Bersama dua pembicara lainnya dalam satu sesi, seniman serba bisa diminta bicara khusus mengenai aspek kebudayaan.

Sujiwo Tejo in action - Foto: Dok. Pri.

Di hadapan puluhan relawan TIK dari berbagai perwakilan daerah dan undangan umum, jebolan ITB yang dikenal juga sebagai dalang, penulis, dan pelukis ini tampil cukup atraktif untuk membantah 'dikotomi' ini. 'Kebudayaan' ditariknya pada definisi yang esensial: kebudayaan sebagai kata benda atau sebagai kata kerja.

Jika kebudayaan didefinisikan sebagai kata benda, sangatlah mungkin akan ditinggalkan oleh TIK. Candi Borobudur, wayang, atau terompet, itulah contoh-contoh kebudayaan sebagai kata benda. Namun sangat berbeda bila kebudayaan didefinisikan sebagai kata kerja. Borobudur tidak menjadi sekadar benda, tapi bagaimana rancangan candi seperti itu bisa hadir dan eksis. "Sehingga kalau Borobudur dibom, aku bukan termasuk orang yang menangis," tegas Sujiwo Tejo.

Sujiwo Tejo in action - Foto: Dok. Pri.

Sujiwo Tejo in action - Foto: Dok. Pri.

Mantan wartawan harian Kompas ini kemudian menguraikan sisi yang berbeda bila Borobudur dipahami sebagai kata kerja, yaitu bagaimana sebuah agama atau budaya tetap eksis meskipun kedatangan agama atau budaya lain. Demikian pula kehadiran terompet dan alat musik lain yang tidak meniadakan yang lama, melainkan memperkuat eksistensi kesenian Betawi bernama Tanjidor.

Sujiwo Tejo in action - Foto: Dok. Pri.

Proses kerja seperti inilah yang disebut kebudayaan. Bukan segala sesuatu yang masuk, ditelan begitu saja tanpa dikunyah. Sayangnya, terlalu sering kebudayaan dilihat sebagai kata benda. Seperti itulah yang berlangsung di birokrasi. Berbeda dengan seniman, yang melihat kebudayaan sebagai sebuah proses. Dengan pemahaman ini, TIK tidak meninggalkan kebudayaan.

Sujiwo Tejo in action - Foto: Dok. Pri.

Untuk memberikan contoh konkret, Sujiwo Tejo meminta diputarkan video Ingsun di Youtube. Melalui tayangan ini, audiens diperlihatkan bagaimana TIK berjalan harmonis bahkan sangat membantu karena mampu menggabungkan berbagai cabang seni dalam satu kemasan. Simak deh:


Keseruan acara berlanjut saat Sujiwo Tejo memberikan contoh bagaimana kebudayaan sebagai kata kerja dapat bergandeng harmonis dengan TIK melalui karya Chairil Anwar. Ia mengutip sajak berjudul "Selamat Tinggal":

Aku berkaca
Bukan buat ke pesta

Ini muka penuh luka
Siapa punya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline