Lihat ke Halaman Asli

Ang Tek Khun

TERVERIFIKASI

Content Strategist

Adu Akal Bergerak Si Raja Duduk

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14185893052115395998

"Nenek saya seorang pembohong." Pengakuan ini saya tuliskan di sini dengan perasaan lapang. Semasa kami, cucu-cucu dari putra sulung beliau, masih kanak-kanak, nenek pernah bercerita bahwa ia tak pernah mengenyam bangku sekolah. Lahir dan besar di keluarga tradisional yang miskin, bersekolah adalah kegiatan kaum elite di perkotaan yang anak-anaknya "cukup" menganggur untuk dikirim ke bangku sekolah.

Nenek saya berbohong dengan kalimat-kalimat yang santun. Katanya, ia orang bodoh yang hanya bisa masak dan memberikan keturunan serta merawat anggota keluarganya agar senantiasa sehat dari tahun menjelang tahun. Kepala saya yang kecil, tak sannggup mencerna lebih jauh makna pengakuannya itu.

Mungkin saja beliau tidak bermaksud menipu kami, niscaya kamilah yang terkecoh dengan salah duga. Sosok "bodoh" itu ternyata mampu bertutur banyak hal dalam keping-keping waktu dan momentum. Pada setiap kesempatan, kami hanya bisa mengangguk. "Telan dahulu, dicerna kemudian," itu pilihan yang saya ambil. Dan, benar saja... kisah-kisahnya tak pernah lekang untuk dicerna melampaui usia yang dijalaninya.

Ihwal makan dan sesudahnya, saya tak pernah lupa dua pitutur yang diwariskan nenek. Pertama, kalau makan semeja dengan orang lain, matamu jangan lancang jelajatan menatap piring orang lain. Ora ilok, tak sopan. Pandangi saja piring milikmu dan tuntaskan makanmu dengan tenang.

[caption id="attachment_382669" align="aligncenter" width="510" caption="Sepasang kaki diciptakan untuk melangkah, gunakanlah"][/caption]

Hal kedua yang diungkapnya, sehabis makan, jangan duduk. Pun sebaliknya, jangan loncat-loncat dan menjungkirbalikkan tubuh meskipun diajak bermain oleh anak lain. Usahakan melakukan aktivitas berdiri dan berjalan. Atau dalam bahasa pada zamannya disebut "cari angin", sebagai pengganti nama untuk kegiatan meninggalkan ruang makan menuju teras atau halaman untuk bercengkerama bersama anggota keluarga atau tetangga. Apalagi saat bulan purnama, kehidupan berkeluarga dan bertetangga terasa begitu hangat.

"Kuliah" pertama dari nenek saya itu, tentu saja menyangkut etika dan sopan-santun. Kini di era modern, perilaku di makan menjadi bagian dari ilmu keren bernama "table manner". Untuk memperoleh ilmu ini, orang-orang harus membayar cukup mahal. Sementara wejangan kedua, terkait hal-hal medis, dalam hal ini proses pencernaan. Bergerak usai makan, akan membantu "hiruk-pikuk" di dalam perut kita dalam "mengeloni" apa yang kita makan. Jika yang pertama menyangkut "kesehatan psikologis", membangun citra diri yang positif; maka yang kedua menyangkut kesehatan tubuh kita.

Lebih jauh manfaat dari berjalan setelah makan, sesuai hasil penelitian yang dipublikasikan Diabetes Care, aktivitas ini berguna untuk mengurangi diabetes. Ini merupakan strategi paling sederhana tapi ternyata paling efektif dalam menurunkan gula darah, terutama untuk orang dewasa dan terutama dilakukan usai makan malam.

Penelitian lain menunjukkan bahwa aktivitas fisik yang teratur dapat membantu mengurangi risiko terhadap beberapa penyakit dan meningkatkan kondisi kesehatan serta kualitas hidup secara keseluruhan. Manfaat kesehatan jangka panjang, termasuk:


  • Mengurangi risiko kematian dini.
  • Mengurangi risiko kematian akibat penyakit jantung.
  • Mengurangi risiko timbulnya diabetes.
  • Mengurangi risiko timbulnya tekanan darah tinggi.
  • Membantu mengurangi tekanan darah pada orang pengidap tekanan darah tinggi.
  • Mengurangi risiko terkena penyakit kanker usus besar.
  • Mengurangi rasa depresi dan kecemasan.
  • Membantu mengendalikan berat badan.
  • Membantu membangun dan memelihara tulang, otot, dan sendi yang sehat.
  • Membantu dewasa tua menjadi lebih kuat dan lebih mampu bergerak leluasa tanpa terjatuh.
  • Mendukung kesehatan psikologis.


Terungkap pula bahwa orang yang aktif secara fisik selama sekitar 7 jam seminggu berisiko mati dini lebih rendah 40% daripada mereka yang hanya aktif selama kurang dari 30 menit seminggu. Melakukan kegiatan aerobik berintensitas sedang minimal 150 menit seminggu dapat menurunkan risiko kematian dini, termasuk kematian dini akibat penyakit jantung koroner--yang merupakan penyebab kematian nomor satu di banyak negara.

Wow! Sungguh menakjubkan! Saya tak menyangka nenek saya sudah memberikan nasihat yang luar biasa sejak dahulu kala. Tak kalah dari itu, beliau pun menerapkan ucapannya dalam tindakan nyata. Tak bisa diam dan memilih untuk tidak diam, mengajarkan kepada kami untuk ikut bergerak bersamanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline