Jika Anda suka jalan-jalan, berwisata seorang diri, berkelompok, atau bersama keluarga untuk menikmati kekayaan budaya yang semarak di tanah air, teristimewa yang unik dan menawan, rencanakanlah kunjungan ke kota Yogyakarta pada awal Maret ini dan mampirlah di Kampoeng Ketandan yang berada di sisi timur kawasan Malioboro, untuk menikmati Pekan Budaya Tionghoa.
Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) tahun ini, yang akan berlangsung 1-5 Maret 2015, menjadi istimewa karena memasuki penyelenggaraan yang ke-10. Sebuah perjalanan “panjang” yang patut diapresiasi karena telah melewati ujian waktu untuk konsisten dan hasrat yang teguh untuk menghadirkan kisah nyata akulturasi budaya di kota “Indonesia mini” ini. Mula-mula “perayaan” ini sederhana saja dan tampaknya tidak mudah bagi penyelenggara untuk mendapatkan respons dari pendukung, baik pengisi stand maupun pihak sponsor. Namun kini, perayaan ini telah menghiasi kalender tahunan even budaya kota Yogyakarta serta menjadi destinasi wisata yang eksotik. Sajian acara kian semarak, ruas jalan yang digunakan kian padat, dan animo pengunjung melonjak tinggi.
Menempati area yang sebenarnya tidak terlalu luas, yaitu kampung pecinan Ketandan (Ke Tan Than Chuen), pengunjung PBTY ke-10 ini akan disuguhi berbagai atraksi serta bazar kuliner yang unik dan khas, yang kini telah jarang kita jumpai dalam keseharian. Pameran budaya, lomba karaoke, lomba mendongeng, wacinwa (wayang China Jawa), fortune telling, adalah sebagian suguhan yang akan menyertai kesemarakan even ini, selain tentu saja pertunjukan klasik Wayang Po Tay Hee (Potehi) serta adu terampil kelompok-kelompok Liong-barongsai, khususnya dalam ajang memperebutkan Piala Raja HB X dalam atraksi Jogja Dragon Festival IV.
Mungkin Anda bertanya-tanya, mengapa Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) ini diselenggarakan pada saat perayaan Imlek telah usai. Jawabannya sederhana saja, karena even ini dihadirkan seolah “menjembatani” perayaan Imlek dan Cap Go Meh. Jika pada perayaan Imlek masyarakat Tionghoa merayakan datangnya tahun baru, maka Cap Go Meh merayakan hari ke-15 sebagai hari terakhir dari masa perayaan Tahun Baru Imlek.
Buat Anda yang belum familiar dengan Cap Go Meh, istilah ini berasal dari dialek Hokkien—salah satu suku dalam masyarakat Tionghoa. Secara harfiah Cap Go Meh berarti hari kelima belas dari bulan pertama (Cap = Sepuluh, Go = Lima, Meh = Malam). Apa yang khas dalam perayaan Cap Go Meh? Yup, santapan lezat kuliner bernama Lontong Cap Go Meh. Hidangan “tahunan” yang memikat lidah ini dengan mudah akan Anda jumpai di bazar kuliner yang digelar di sepanjang jalan kampung Ketandan.
Oya, even ini paling asyik dinikmati bila kita hadir pada pembukaannya, 1 Maret 2015 pukul 18.00. Jalan Malioboro akan ditutup dari lalu lintas umum, dan seluruh ruas jalan sejak Taman Parkir Abubakar Ali hingga Titik Nol (alun-alun), akan menjadi arena Karnaval Budaya. Berbagai elemen masyarakat dan komunitas akan berpawai, mulai dari tari-tarian tradisional khas lokal, atraksi Liong-Barongsai, hingga drum band sajian Taruna AAU. Yang teristimewa untuk tahun ini, direncanakan akan ada unjuk gesit Liong "batik" dengan ukuran “spektakuler” sepanjang 150 meter.
[caption id="attachment_399187" align="aligncenter" width="500" caption="Uji tampil di Jogja City Mall (Foto: istimewa)"]
[/caption]
Jika Anda gemar fotografi, tidak sekadar selfi-selfian, Anda tidak sendirian. Ada akan “bergabung” dengan banyaknya fotografer yang memanfaat kesempatan langka ini untuk mengabadikan aneka ekspresi, gerak tubuh, dan warna yang mewarnai "panggung" sepanjang di Kawasan Malioboro.
Saya tak sabar menanti acara ini sambil bertanya-tanya, apakah Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) ke-10 ini akan "disusupi" penjual dan dagangan bernama Kerak Telor? Terdengar aneh bahwa di perayaan Imlek-Cap Go Meh ini ada kuliner khas Betawi ini. Tapi demikian kenyataan saat saya menghadiri perayaan yang ke-9. Oya, masih akan adakah lapak penulis kaligrafi Mandarin? Atau, masih adakah booth untuk berfoto-foto menggunakan busana kerajaan Tiongkok? Entahlah, karena pada PBTY tahun lalu, Anda tidak sulit menjumpai berbagai sajian tersebut.
[caption id="attachment_399188" align="aligncenter" width="500" caption="(Foto: istimewa)"]
[/caption]
Tertarik? Segeralah menyusun rencana perjalanan Anda, sendirian atau berkelompok atau bersama keluarga, ke Yogyakarta. Dan, hampirilah di kemeriahan jalanan Malioboro serta keguyupan Kampoeng Ketandan. Kesemarakan yang menjanjikan Anda serasa berada di Hong Kong. Setidaknya, di tengah keramaian yang kental dengan warna etnik ini, Anda akan merasakan nuansa dan sensasi yang berbeda. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H