Lihat ke Halaman Asli

khumaediimam

Teruslah menebar kebaikan, karena kebaikan yang mana yang diridhai, tiada kita tahu

Santri Itu Berakhlak dan Berilmu

Diperbarui: 23 Oktober 2020   13:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Santriwan dan Santriwati PPTQ Al-Ikhlas Brebes. Sumber SDTQ Al-Ikhlas Brebes.

Penetapan tanggal 22 Okober sebagai Hari Santri Nasional 5 tahun lalu oleh presiden Jokowi tak terlepas dari latar belakang, peran serta kaum santri dalam memperjuangkan dan mempertahankan tanah air dari para penjajah waktu itu. Kaum santri, yang identik dengan kaum berpeci dan bersarung begitu gigih dan semangatnya menggelorakan resolusi Jihad yang dikobarkan oleh hadrotus syekh KH. Hasyim As'ari.

Nama atau gelar santri di era sekarang ini pun semakin mendapatkan tempat di hati masyarakat Indonesia. Santri kini tak dipandang sebelah mata lagi, sebagai kaum yang identik "ndeso" atau katro, "kampungan". Namun santri di era dewasa ini sudah mampu menunjukkan peran dan kontribusinya dalam berbagai sendi kehidupan, beragama, nusa, bangsa dan negara. 

Santri yang telah mengenyam banyak ilmu di pesantren, tak hanya hafal dan faham ilmu agama saja, tetapi faham betul arti penting sebuah akhlak serta cakap dan tanggap menghadapi kehidupan selanjutnya, pasca dari pesantren. Santri dipandang sebagai seseorang yang mumpuni, mampu beradaptasi dengan masyarakat sekitarnya. 

Santri bak oase di tengah Padang gurun pasir. Santri menghadirkan kesejukan di tengah terik panasnya kehidupan yang kini serba hedonis dan komersial. Kesederhanaan dan keprihatinan seorang santri menjadi satu impian para orang tua di tengah gencarnya konsumerisme yang menggerogoti sendi kehidupan. 

Santri menjadi pribadi yang seutuhnya. Karena setiap hari setiap saat ditempa melalui wasilah para guru dan Kyai yang begitu tulus. Santri adalah sosok manusia yang patuh dan taat pada sang guru. Kepatuhan dan ketaatannya tak sekedar dalam ikatan dhohir melainkan masuk pada ikatan ruhaniyah atau ikatan batin kepada sang gurunya. Sehingga, apa yang dikatakan oleh sang gurunya, pasti akan dituruti, dipatuhi dan dilaksanakannya. 

Tak ada santri yang membangkang. Santri begitu takdzim, tunduk dan patuh kepada pihak para gurunya. Bahkan ketakdzimannya sangat tinggi. Untuk berjalan di depan gurunya saja tak berani, apalagi membantah perintahnya. 

Seorang santri akan mendahulukan akhlaknya ketimbang keilmuan yang dimilikinya. Karena prinsip dasar yang telah ditanamkan sang guru di pesantren yakni bahwa Akhlak itu lebih mulia dari pada ilmu. Sehebat apa pun orang berilmu tapi tak berakhlak, rusak bahkan bisa hancur. 

Sebagai contoh, tak pernah ada sejarah santri demo, apalagi anarkis. Karena hal itu tak pernah diajarkan di bilik pesantren. Santri itu lembut. Jika pun ada kedzoliman, santri bisa berusaha meluruskannya dengan cara yang sopan, bilhikmah atau dengan ilmunya. 

Santri tetaplah seorang santri. Meski ia tak lagi di pesantren. Begitu juga dengan mereka yang tak pernah mengenyam bangku pesantren. Bisa saja disebut santri. Karena pada hakekatnya santri itu bisa diartikan sebagai "San" atau insan yang memiliki "tri" yakni memiliki tiga unsur. Yaitu, Iman, Islam dan Ikhsan. 

Semoga dengan momentum peringatan Hari Santri Nasional (HSN), mari jadikan hari-hsri kita pribadi yang santri, bukan sekedar Sehari menjadi Santri saja.

Imam Chumedi, KBC-28

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline