Lihat ke Halaman Asli

khumaediimam

Teruslah menebar kebaikan, karena kebaikan yang mana yang diridhai, tiada kita tahu

Melatih Anak Puasa, Bukti Cinta Kasih Orang Tua

Diperbarui: 24 April 2020   15:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak-anak melaksanakan sholat taraweh di Pesantren Kilat. SDTQ AL-IKHLAS Brebes.

Usia anak adalah usia yang menyenangkan. Masa di mana anak-anak riang gembira, tumbuh kembang serta penuh dengan waktu bermain. Di usia ini anak belum memiliki nalar yang cukup, layaknya anak yang sudah tumbuh dewasa atau baligh. Sehingga dalam berbagai kegiatan, apalagi semacam ibadah, tampak anak-anak ini masih bergurau, bercanda ria. 

Sebut saja dalam ibadah sholat. Banyak anak-anak bergurau bahkan bercanda yang menimbulkan berisik bagi para orang tua. Tak jarang, sebagian orang tua yang tak tahan melihatnya, langsung membentak, bahkan kadang ada yang memukulnya. Padahal, tak seharusnya hal ini dilakukan orang tua kepada anak-anak yang belum mengerti arti sholat yang sebenarnya. Apalagi ketika anak-anak menunaikan sholat taraweh berjamaah baik masjid atau musholla, dipastikan mereka tak akan bisa khusyu' 100 persen, apalagi dengan bilangan rokaat yang cukup banyak. 

Begitu juga dengan ibadah puasa. Bagi anak-anak melaksanakan ibadah puasa, menahan lapar dan dahaga sedari Subuh hingga Maghrib tiba, bukanlah perkara mudah. Di hari-hari biasa saja, ketika sang ibu sedikit terlambat menyiapkan sarapan pagi atau makan siang, anak-anak terkadang sudah mengeluh lapar, sudah tak tahan lagi. Tak jarang berakibat anak "ngambek" atau "mutungi". Maka sungguh hebat, bagi para orang tua yang mampu melatih anak-anaknya berpuasa sedini mungkin. Bagaimana caranya? Tentu lain anak lain cara, lain orang tua, lain metodenya.

Bagi sebagian orang, melatih anak berpuasa dianggap sebagai sesuatu yang memaksa, tidak berbelas kasihan. Bayangkan, anak yang masih polos, bahkan terkadang masih ada yang ngompol, dibangunkan tengah malam hanya untuk bersantap sahur. Padahal sebagian dari mereka untuk bangun pagi saja teramat sulit. Tetapi ketahuilah, justru dengan kita melatihnya sedini mungkin berpuasa merupakan bentuk kasih sayang orang tua yang tak terhingga. Bayangkan, betapa tidak sayangnya mereka para orang tua yang mengajarkan anak-anaknya untuk berpuasa?

Dini hari, sebelum anak dan anggota keluarga lainnya bangun, orang tua sudah bangun dari tidurnya lebih dahulu. Adakalanya mereka menyempatkan berdzikir dan mendoakan anak-anaknya, ada pula yang langsung bergegas, menyiapkan makanan untuk santap sahur. Perlahan, dibangunkan anak-anaknya, termasuk untuk sekedar bersantap sahur bersama. Bukan hal yang mudah membangunkan anak dari pulas tidurnya. Terkadang orang tua rela menggendong, membopong anaknya dari tempat tidur menuju kolam, menuju meja makan untuk bersahur. 

Hidangan pun sudah tersaji rapi di depan meja makan. Anak tinggal menyantapnya. Namun rasa kantuk sang anak terkadang membuat anak masih malas. Orang tua pun rela menyuapi anaknya bersahur. Demi cinta kasihnya kepada sang anak. Ia berharap dengan bersantap sahur, sang anak akan kuat menahan lapar dan dahaga di siang harinya.

Tiba waktu siang. Kita kadang diperlihatkan pada kondisi anak yang mengarah pada kedahagaan atau rasa lapar anak. Ditambah dengan cuaca panas yang menyengat. Lantas, tidak kasihankah kita sebagai orang tua melihatnya?. Bahkan ada pula, saking panasnya siang, seorang anak yang sedang berpuasa melepas baju, dan menempelkan perutnya pada lantai, biar adem tak terasa panas. Ada pula seorang anak yang memilih mandi di siang hari, demi mendinginkan kepala serta keroncongan perutnya menahan lapar.

Orang tua mana yang tidak kasihan, melihat kondisi anaknya seperti itu? Terus, lantaskah kita mempersilahkan anak untuk makan-minum, membatalkan puasanya? Tidak. Selagi tidak membahayakan kesehatannya, orang tua akan berusaha semaksimal mungkin, menjaga puasa anaknya. Meski harus memutar otak atau merogoh kocek. Semua demi kebaikan anak, kelak di kemudian hari.

Sebagian orang tua berusaha menjaga puasa anak-anaknya. Ada yang menyediakan mainan kesukaannya, atau menjanjikan sebuah hadiah khusus bila sang anak lulus puasanya, Ada pula yang mengalihkan kedahagaan anak dengan mengajaknya menonton tv, bermain game, ponsel, jalan-jalan atau menyuruhnya beristirahat. Disinilah sesungguhnya kasih sayang orang tua dipertaruhkan. Tidak sayangkah ia, dengan melatih puasanya sedini mungkin. Atau membiarkan saja, menunggu anak tumbuh dewasa baru berpuasa? Semua butuh proses. Justru alangkah sulitnya memaksa berpuasa ketika sang anak sudah beranjak dewasa, sedangkan tak ada latihan dari kecilnya. Beragam godaan begitu besar di luar sana.

Maka sayangilah anak dengan dengan melatihnya berpuasa, tentunya semampunya. Adakalanya kita bisa mencontoh sahabat Umar bin Khottob dalam mendidik anak untuk sholat. Bisa juga kita terapkan untuk usia anak berlatih puasa. Mulailah anak berlatih puasa sedari umur 7 tahun. Bila masih tak kuat sehari penuh puasa, bisa setengah hari. Dan mulailah anak berpuasa penuh, ketika usianya menginjak 10 tahun. Karena di usia itu sebagian anak, sudah mulai aqil, baligh. 

Imam Chumedi, KBC-028




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline