Dampak isolasi pandemi Corona mengancam segala profesi, tak terkecuali bagi seorang Ustad atau guru ngaji. Sejak beredarnya larangan berkerumunnya massa, otomatis semua jamiyah, pengajian, ta'lim libur, termasuk jadwal Peringatan Hari Besar Islam diundur bahkan ditunda atau dibatalkan. Walhasil, apakah lantas para Ustad nganggur?
Secara lahir, memang semuanya diliburkan. Tampak ustad nganggur tak mengajarkan ilmu baik di rumah maupun di tempat-tempat ta'lim lainnya seperti di masjid, musholla atau madrasah dan TPQ.
Sebut saja Ustad Chumed. Setidaknya, kini ia tampak santai, tak seperti jadwalnya sebelum ada himbauan libur pandemi Corona. Sejak ada himbauan untuk meliburkan seluruh aktivitas pengumpulan massa, sedikitnya sudah puluhan jamiyah atau majlis taklim asuhannya diliburkan.
Belum lagi rutinas Pengajian Tradisional Al-Qur'an (PTA) ba'da maghrib dirumahnya. Sedikitnya ada 45 anak tiap hari mengaji kepadanya. Sejak ada pandemi Corona, terpaksa ia pun meliburkannya. Padahal sudah berkali-kali para santri dan wali murid menanyakan kapan mulai mengaji lagi.
Tak hanya itu, beberapa jadwal Peringatan Hari Besar Islam seperti Peringatan Isra mi'roj Nabi Muhammad SAW, Imtikhan Akhirussanah, Nuzulul Qur'an dan Halal Bi Halal pun terancam batal. terlebih dengan munculnya pengumuman pengunduran masa isolasi pandemi Corona hingga akhir Mei. Otomatis, serentetan jadwal tersebut bakal batal atau diundur dengan waktu yang tidak menentu.
Keadaan semacam ini, merata dialami oleh para ustadz. Hingga pada akhirnya ada beberapa ustadz yang kreatif menyikapi kekosongan waktunya. Ada yang berjualan jahe dan rempah-rempah, jualan masker, atau ikutan jualan via online. Semua demi untuk tetap berusaha mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari.
Apa jadinya, bila seorang Ustad kemudian hanya karena Corona, pengajian-jamiyahnya libur, lantas menganggur?
Pada hakekatnya Ustad bukanlah sebuah profesi, melainkan penyematan penghargaan gelar bagi mereka yang kober mengajarkan ilmu agama tanpa pamrih. Oleh karena itu seorang ustad juga harus memiliki usaha (ma'isyah) lahir untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Entah bertani, berdagang, berwiraswasta atau usaha lainnya yang halal dan menghasilkan. Sehingga dirinya tidak bergantung dari pemberian atau "bisyaroh" semata (baca:thoma')
Pada kondisi semacam inilah, ketika semua jamiyah-pengajian diliburkan, nyata sekali ujian bagi para ustadz untuk tetap mulia bermartabat dengan tetap berusaha, tanpa berharap belas kasih dari jamaah atau umat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H