Indonesia telah menorehkan sejarah kepemiluan dengan menyelenggarakan Pilkada Serentak tahun 2018 yang diikuti 171 daerah terdiri dari 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Rangkaian besar perjalanan demokrasi semenjak Pilkada Serentak pada tahun 2015 dan tahun 2017 sukses diselenggarakan.
Harapan agar rangkaian Pilkada serantak dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas sedikit terjawab dengan adanya UU No. 7 Tahun 2017 tentang pemilu. Melalui aturan baru ini hal terpenting dalam kegiatan kepengawasan pemilu adalah adanya transformasi bawaslu. Bawaslu yang semua hanya sebagai "hakim garis", sekarang Bawaslu akan tampil lebih powerful. Terdapat beberapa pasal dalam UU Pemilu yang memberikan tugas dan wewenang baru bagi Bawaslu dalam mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang lebih adil, bersih, dan demokratis.
Namun upaya ini tentu tidak akan berhasil apabila bentuk kepengawasan pemilu belum bertranformasi untuk bersifat partisipatif. Pemilu sebagai bentuk pesta rakyat seyogyanya menjadi ruang keterlibatan rakyat untuk saling menjaga setiap prosesnya. Sehingga orientasi tugas Bawaslu bergeser dari sebelumnya, melakukan pengawasan diarahkan pada penemuan pelanggaran, upaya untuk mengedepankan pencegahan terjadinya pelanggaran.
Lalu bagaimana sebenarnya pengawasan partisipatif tersebut dilaksanakan ? Dalam hal ini partisipasi masyarakat tidak hanya pada persentase kehadiran saat pencoblosan saja, tetapi mengarah pada pengawalan proses awal pemilihan. Sinergi dibangun diantara pengawas pemilu dengan para stakeholder (tokoh masyarakat, tokoh agama, ormas, mahasiswa, tokoh pemuda, dan pemilih pemula). Setidaknya mendorong agar masyarakat dapat menjadi informan awal bagi pengawas pemilu.
Banyak hal harus diperhatikan, terutama pada masa kampanye pilkada dalam mengawasi potensi kerawanan pelanggaran, hingga pasca penetapan hasil setelah suara beralih dari TPS. Kegiatan masyarakat seperti acara buka puasa, bantuan, atau sedekah seringkali menjadi ajang kampanye terselubung pasangan calon yang berkontestasi. Peran masyarakat menjadi penting untuk berani mengambil sikap dan melaporkan apabila hal tersebut terjadi.
Tanpa komitmen bersama peningkatan kualitas penyelenggaraan pemilu akan menjadi sebuah mimpi kosong. Terlebih, Di tengah minimnya kualitas politik masyarakat, parpol, dan politikus, upaya-upaya serius penyelenggara pemilu bersama masyarakat sipil perlu ada untuk memperbaiki pilkada. Sehingga bisa melahirkan para pemimpin daerah berkualitas, berintegritas, bermoral, dan bertanggung jawab untuk daerahnya serta Indonesia yang bermartabat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H