Lihat ke Halaman Asli

Corporate Social Responsibility, Masih Relevankah?

Diperbarui: 2 Agustus 2018   09:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

csr-indonesia.com

Konsep social sustainability muncul sebagai kelanjutan konsep economic sustainability dan environmental sustainability yang telah dicetuskan seb elumnya. 

Konsep ini muncul dalam pertemuan di Yohannesberg pada tahun 2002 yang dilatarbelakangi oleh alasan-alasan: Pertama, konsep economic sustainability dan environmental sustainability yang dikembangkan sebelumnya belum dapat mengangkat kesejahteraan komunitas di negara-negara di dunia; 

Kedua, perlunya suatu tatanan aturan untuk menyeimbangkan kesejahteraan pembangunan baik di negara-negara selatan maupun negara-negara utara. Dengan latar belakang tersebut dirumuskan suatu visi yang sama dalam dunia usaha yang makin mengglobal dan mengarah pada liberalisasi untuk mewujudkan kebersamaan aturan bagi tingkat kesejahteraan umat manusia yaitu konsep social sustainability. 

Dalam perkembangan selanjutnya ketiga konsep ini menjadi patokan bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial yang kita kenal dengan konsep corporate social responsibility (CSR). 

Konsep ini merupakan jawaban, tentang topik tanggung jawab sosial perusahaan yang telah menjadi perdebatan selama beberapa dekade terakhir tentang hubungan yang ideal antara bisnis dan masyarakat (Klonoski 1991). 

Di era modern, perdebatan ini dilanjutkan oleh Keith Davis, dengan mengajukan dua pertanyaan menarik pada tahun 1960: "Apa pengusaha (perusahaan) berutang pada masyarakat? "(Davis 1967) dan" Dapatkah bisnis (pengusaha) mampu mengabaikan tanggung jawab sosialnya? "(Davis 1960). Meskipun banyak pihak telah berusaha mendefinisikan CSR selama bertahun-tahun, konsep ini tetap tidak jelas dan ambigu (Makower 1994: 12). 

Definisi CSR jatuh ke dua kategori umum, pertama, orang-orang yang berpendapat bahwa bisnis diwajibkan hanya untuk memaksimalkan keuntungan dalam batas-batas hukum dan kendala etika minimal (Friedman 1970; Levitt 1958), dan kedua, orang-orang yang menyarankan kewajiban perusahaan lebih luas terhadap masyarakat (Andrews 1973; Carroll 1979; Davis dan Blomstrom 1975; Epstein 1987; McGuire 1963). 

Sebuah usaha penting untuk menjembatani kesenjangan antara tujuan finansial (ekonomi) dan harapan lainnya ditawarkan oleh Archie Carroll (1979). 

Usahanya memuncak dalam definisi yang diusulkan dari tanggung jawab sosial perusahaan: "The social responsibility of business encompasses the economic, legal, ethical, atid discretionary expectations that society has of organizations at a given point in time. (Carrol, 1979: 500). 

Menurut Carrol (1979) tanggung jawab sosial bisnis meliputi ekonomi, hukum, etika, dan terakhir harapan diskresioner (sukarela) untuk diberikan pada masyarakat pada kurun waktu tertentu atau yang lebih dikenal dengan istilah tanggung jawab filantropi. Tanggung jawab ini berkontribusi untuk berbagai macam tujuan sosial seperti pendidikan, rekreasi dan budaya. 

Joseph McGuire (1963) yang mengemukakan bahwa ide tanggung jawab sosial mengandaikan bahwa korporasi tidak hanya memiliki kewajiban ekonomi dan hukum, tetapi juga tanggung jawab tertentu kepada masyarakat yang melampaui kewajiban ini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline