Lihat ke Halaman Asli

Khozin Zaki

Khadim UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Kontemplasi Harlah 101 NU: Rihlah Ilmiah "Ruh" Kinerja Kyai Muda Desa Pancanegara

Diperbarui: 31 Januari 2024   13:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi PPM Daar El Ilmi ITH

Hari lahir Nahdlatul Ulama dari tahun ke tahun semakin memberikan warna dalam momentum perjalanan organisasi, umat dan bangsa. Hajatan besar para Nahdliyyin ini biasanya menjadi wahana untuk merefleksikan berbagai kontribusi dan kedewasaaan dalam perjalanan keshalihan mikro hingga makro setiap nahdliyyin. Menjadi seorang warga Nahdlatul Ulama artinya adalah kesiapan untuk terus ingin menapaki jalan teduh seorang pembelajar sejati, layaknya santri yang takdzim mendengarkan dengan khidmat nasihat dari kyainya yang menggelorakan semangat untuk belajar dengan baik dan sungguh sungguh. Dan seperti biasa, Tugas kami menuliskan dan mengelaborasi hikmah hikmah tersebut. 

Momen Harlah NU kali ini saya ingin merefleksikan satu frasa pada tema tahun ini yaitu "Memacu Kinerja" berdasarkan perjalanan Selasa  30 Januari 2024 kemarin, Saya mendapat nikmat yang luar biasa untuk silaturrahmi dengan seorang sosok kakak senior selama menimba ilmu di Pangkat dahulu, yang biasanya saya menyapa beliau dengan Al Akh atau Brother atau Kak Syarif, Lengkapnya nama beliau Dr. Kyai Syarifuddin Hamzah, M.Pd. Bisa dikatakan beliau adalah salah satu figur yang juga banyak berpengaruh dalam perjalanan intelektual dan mental saya, sehingga kesempatan untuk berjumpa dengan beliau adalah hal yang tidak mungkin ingin saya lewatkan. 

Beliau mengajak saya untuk mengunjungi Pesantren yang saat ini sedang beliau asuh dan kembangkan, Pondok Pesantren Modern Daar El Ilmi Ibnu Titi Hamzah (PPM Daar El Imi ITH) namanya yang berlokasi di Kampung Karang Jae, Desa Pancanegara, Pabuaran Serang Banten. Sepanjang obrolan kami di dalam Mobil, masih lekat di ingatan saya bahwa Karakter "Terpacu" Kak Kyai Syarif dari beliau menjadi mudabbir saya dulu hingga beliau saat ini menjadi Kyai Muda yang mengembangkan Pesantren tak pernah luntur bahkan semakin melekat dengan figur Beliau. Bayangkan saja, berproses dari seorang santri kemudian  menjadi seorang Ustadz Pengabdian di Daar El Qolam hingga menyandang status Doktor adalah sejarah yang rasanya belum awam terjadi di Gintung. 

Perjalanan Kak Kyai Syarif, mengembangkan pesantren ini tentunya tidak terjadi secara serta merta, ada proses simultan yang beliau kerjakan dari waktu ke waktu, Bagaimana beliau sebagai seorang santri tetap ikhtiroman kepada Kyai Pengasuh kami di DARQO untuk berkonsultasi mengenai rencana dan konsep pesantren yang ingin beliau rintis. Ditambah sensitivitas insting seorang Kyai untuk menentukan lokasi pesantren yang akan membawa maslahah besar bagi lingkungan sekitar tidak bisa didapatkan kalau tidak didukung keikhlasan menjadi pamong "asuh" dan "ajar" dengan jam terbang tertentu. Ketika diajak mengelilingi daerah sekitar Pesantren, saya melihat potensi luar biasa dari Desa yang menjadi titik lokasi Pesantren, salah satunya tamu dan wali santri akan disuguhi dengan satu spot untuk memandang keindahan Fajar dan Senja dengan latar Gunung Karang. 

Lepas mengitari lingkungan sekitar saya diajak masuk ke Kompleks Pondok Pesantren. Suasana medan perjuangan Kyai Syarif pada masa merintis ini begitu melekat tergambar di benak saya. Terdapat Satu Bangunan dengan pondasi kuat yang saat ini masih dalam kondisi satu lantai itu menurut hitung hitungan ekonomi rasanya sangat sulit di realisasikan dalam satu tahun anggaran saja, Tapi saya melihat kegigihan dan keyakinan beliau dalam bekerja sepenuh hati, Pesantren ini akan terus berpacu secara harmonis dengan tantangan zaman dan lingkungan. 

Pemikiran beliau tentang fisik dan pertumbuhan fasilitas pesantren juga beriringan baik dengan kualitas pendidikan yang beliau rintis, Disiplin akan sunnah pondok, aplikasi bahasa internasional dalam kehidupan sehari hari, dan partisipasi santri dan santriwati yang baru berjumlah kurang lebih 17 orang ini dalam kompetisi ini bagi saya begitu surprising. Saya Mendapati sosok Irma, Santriwati dari Palembang yang sudah dengan percaya diri berbicara dengan saya dalam Bahasa Inggris. Saya mendapati sosok Mustakim yang berasal tidak jauh dari Pesantren, diumur yang masih begitu muda dibanding rekan rekan sebayanya sudah tekun mengaji dan memperkenalkan diri dalam Bahasa Arab. 

Pertanyaannya, apakah kompetensi ini muncul secara tiba tiba ? tentu tidak, saya meyakini ada budaya "kerja" yang dibangun oleh Kyai Syarif dengan para asatidz dan ustadzah untuk mengasah kemampuan anak anak tersebut. Ada energi yang gigih diberikan oleh kyai untuk memacu santri dan santriwatinya.  Rasanya, ini juga bisa menjadi tips, untuk para kolega yang ingin mempercayakan anandanya  untuk menuntut Ilmu di Pesantren yang sedang dirintis adalah sebuah keputusan yang afirmatif, dimana energi Kyai ketika mengasuh bisa terasa begitu hangat, dan tentunya menjadi sebuah memoar untuk anak kita berada di tengah iklim perjuangan.

Pada Akhirnya saya bersyukur melakukan Rihlah Ilmiah  bersama Kyai Dr. Syarifuddin Hamzah, M.Pd ke Pesantren Beliau, Saya yakin akan lahir intelektual Mudziral Qaum dari tanah Pancanegara. Pesantren Daar El Ilmi ITH akan menjadi rujukan dan membantu memenangkan Bangsa kita dalam konstelasi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan kebijaksanaan Moral Spiritual. Terima kasih sudah menjadi pembimbing, guru, dan senior panutan yang terus menjadi "benchmarking" kami untuk terus memacu produktifitas dan kontribusi Kak Syarif, Kyai Muda Pancanegara.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline