Lihat ke Halaman Asli

Puasa Ramadhan Sebagai Wahana Pendidikan Anti Korupsi

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saat ini kita sebagai muslim sedang menjalankan ibadah puasa ramadhan sebulan penuh. Ibadah puasa ramadhan ini diperintahkan Allah agar kita menjadi semakin bertaqwa kepadaNYA. Disamping itu puasa ramadhan juga mengajarkan kepada kita beberapa hikmah yang tersirat di dalamnya.

Coba kita simak suatu cerita menarik berikut ini yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Suatu hari beliau melakukan perjalanan dari Madinah ke Mekah. Di tengah perjalan beliau berjumpa dengan seorang anak gembala yang tampak sibuk mengurus kambing-kambingnya. Seketika itu muncul keinginan Khalifah untuk menguji kejujuran si gembala.

Khalifah Umar berkata, “Wahai Anak Pegembala, juallah kepadaku seekor kambingmu.”
“Aku hanya seorang budak, tidak berhak menjualnya,” jawab Si Pengembala.
“Katakan saja nanti kepada tuanmu, satu ekor kambingmu dimakan serigala,” lanjut Khalifah. Kemudian Si Pengembala menjawab dengan sebuah pertanyaan, “Lalu, di mana Allah?”
Khalifah Umar tertegun karena jawaban itu. Sambil meneteskan air mata ia pun berkata, “Kalimat ‘di mana Allah’ itu telah memerdekakan kamu di dunia ini, semoga dengan kalimat ini pula akan memerdekakan kamu di akhirat kelak.”

Kisah di atas merupakan gambaran pribadi yang jujur, menjalankan kewajiban dengan disiplin yang kuat, dan tidak akan melakukan kebohongan walau diiming-imingi dengan keuntungan materi.

Demikian juga hal ini terjadi pada seorang muslim yang lagi menjalankan puasa. Dia akan berlaku jujur dan menjalankan disiplin yang kuat, tidak melakukan kebohongan walau sebenarnya dia bisa melakukannya, misalnya makan atau minum, namun karena dia beriman bahwa puasanya hanya karena Allah maka dia bisa menahan dirinya.

Pelajaran-pelajaran berharga tersebut ditambah kearifan menjalani hidup dan mempunyai solidaritas sosial yang tinggi merupakan bentuk pelajaran anti korupsi yang didapatkan oleh seseorang yang menjalankan ibadah puasa.

Jika dan hanya jika ibadah puasa bisa dikerjakan secara ikhlas, serius dan jujur dijamin kualitas keimanan seseorang bakal meningkat tajam setelah menjalani ibadah puasa ini.

Puasa, sejujurnya merupakan metode pendidikan yang paling efektif untuk menumbuhkan semangat solidaritas sosial, kedisiplinan, sikap kejujuran dan anti korupsi. Bila lembaga pendidikan formal saat ini dinilai sebagian pihak telah gagal mengajarkan para peserta didiknya memiliki sifat kejujuran, karena terbukti masih maraknya kasus-kasus korupsi di negeri ini, maka melalui ibadah puasa ramadhan ini diharapkan dapat memunculkan kesadaran diri manusia untuk bersikap selalu jujur, berdisiplin dan mempunyai solidaritas sosial yang tinggi. Sehingga ibadah puasa dijadikan wahana ampuh sebagai proses pendidikan anti korupsi.

Namun kenapa korupsi di negeri ini semakin hari semakin menjadi-jadi? Terjadi disemua lini mulai dari eksekutif, di lembaga-lemabaga wakil rakyat, para pengusahapun dengan terpaksa juga harus ikut arus korupsi, bahkan semakin menggila di pihak-pihak pengawal konsitusi dan hukum. Padahal pelaksanaan kegiatan puasa juga semakin semarak, ini ditandai dengan semaraknya pelaksanaan buka puasa bersama di mana-mana, ibadah sholat tarawih di masjid-masjid, mushola-mushola, sekolahan, kampus dan kantor-kantor pemerintahan. Bahkan tidak ketinggalan, beragam LSM serta Ormas berlomba-lomba mengadakan aksi solidaritas sosial dengan menggelar pengobatan massal gratis, aksi bagi-bagi makanan untuk berbuka, sahur dan masih banyak lagi.

Kalau kita renungkan secara seksama, tentunya ironi kondisi ini tentunya ada sesuatu yang salah akan puasa yang kita jalankan. Karena sebenarnya puasa bisa dijadikan wahana pendidikan antikorupsi. Jika ibadah puasa dijalankan atas dasar kesungguhan hati untuk mendapatkan ridho Ilahi tentunya nilai-nilai spiritualitas puasa bisa memangkas budaya korupsi di negeri ini. Sebab substansi ibadah puasa mengajarkan pada manusia untuk selalu bersikap jujur, solider dan setia kawan serta tidak tamak dan tidak rakus.

Pada tataran ini terjadi klasifikasi puasa yang dilakukan oleh seseorang.
Menurut Imam al-Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumuddin, tingkatan puasa diklasifikasi menjagi tiga, yaitu puasa umum, puasa khusus, dan puasa khusus yang lebih khusus lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline