Isu konsorsium 303 ramai mencuat pasca kejadian pembunuhan ajudan Mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo yakni Brigadir Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau akrab dengan sebutan Brigadir J. Pasalnya dalam grafik konsorsium 303 menyeret nama Ferdy Sambo dan beberapa petinggi Polri serta pengusaha menjadi pelaku dari usaha illegal tersebut.
Istilah konsorsium 303 ini daimbil dari pasal 303 KUHP tentang tindak pidana perjudian. Dugaan bisnis illegal konsorsium 303 ini menyangkut tentang perjudian online, prostitusi, penyelundupan suku cadang palsu, solar subsidi, minuman keras, hingga tambang illegal ini sudah menjadi dugaan yang dilaporkan oleh Ketua IPW (Indonesian Police Watch) Sugeng Teguh Santoso.
Sugeng menduga markas judi online Konsorsium 303 ini berada dekat dengan kantor Mabes Polri hanya berjarak 200 meter, tepatnya di Jalan Gunawarman Nomor 1, Jakarta Selatan.
Dugaan Kaitan TPPO melalui Konsorsium 303
Konsorsium 303 tidak hanya berfokus pada bisnis perjudian online, melainkan terlibat dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Hal tersebut diungkapkan oleh kepala pusat Migrant Care, Anis Hidayah. Anis mengatakan bahwa banyak sindikat TPPO di berbagai daerah selalu back upannya polisi dan militer, sehingga itulah yang menjadi hambatan dari pendanganan TPPO di Indonesia. Anis juga menyinggung ada korban kasus TPPO di Kamboja pada tahun 2021 sebanyak 199 orang yang berhenti pengusutannya karena kuatnya backingan dari aparat keamanan tersebut.
Selaras dengan pernyataan ketua IPW Sugeng, ia menduga ada aliran dana konsorsium 303 ini kepada anggota Polri. Beberapa anggota Polri tercatat menerima aliran dana dari bisnis illegal tersebut. Seperti yang tercatat dalam sebuah dokumen terdapat aliran dana ke beberapa petinggi Polri yang tergabung dalam Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Merah Putih.
Terdapat empat orang perwira menengah dan dua orang perwira tinggi di Satgasuss Merah Putih diduga menerima aliran dana ini. Seorang perwira tinggi bintang satu di satuan Densus 88 menerima Rp 21 juta untuk pembelian cerutu, dan satu perwira menengah berpangkat Kompol di Polda Metro Jaya menerima dana Rp 77,5 juta untuk pembelian minuman dan keperluan lainnya. Lalu satu perwira tinggi berpangkat brigadir jenderal menerima dana Rp 560 juta untuk perjalanan ke Eropa.
Tercatat pula, seorang anggota Polda Metro Jaya berpangkat AKBP menerima Rp 22,8 juta. Dan seorang perwira berpangkat komisaris besar di Mabes Polri menerima Rp 145,5 juta untuk tiket dan keperluan lain. Kemudian satu anggota Satgasus lainnya berpangkat Kombes menerima Rp 11,18 juta. Selain yang disebutkan diatas, masih banyak aliran dana lainnya dari Konsorsium 303 yang diduga juga masuk ke kantong anggota kepolisian. Beberapa di antaranya, yakni keperluan minuman Rp 37,5 juta, siber Rp 310 juta, televisi Rp 14,5 juta, dan penangan kasus di Medan Rp 386 juta.
Hal tersebut tidak menutup kemungkinan betapa kuatnya kaitan antara tindak perdagangan orang yang didalangi oleh Konsorsium 303. Menurut data dari Kementrian Luar Negeri, tahun 2022 terhitung banyak warga Indonesia yang terjerat dalam kasus perdagangan orang. Tercatat di Kamboja sebanyak 422 orang, Myanmar 142 orang, Filipina 97 Orang, Laos 35 Orang dan Thailand 21 Orang. Anis juga mengatakan sebagian mereka ada yang belum dievakuasi karena terhambat sistem monarki di negara tersebut.
Negara-negara diatas merupakan negara yang sudah mempunyai blacklist yang rawan akan kasus perdagangan orang, bahkan khusus kasus judi online ini menyasar pada warga Indonesia, sasaran empuk untuk Indonesia menjadi pasar judi online tersebut. Aliran dana perdagangan orang disinyalir untuk mendukung bisnis illegal tersebut.
Konsorsium 303: Perempuan Rawan Menjadi Korban Perdagangan Manusia