Lihat ke Halaman Asli

Garis Hidup Manusia

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Rangkaian kehidupan, merupakan sebuah garis yang selalu kita hadapi. Terkadang garis tersebut lurus atau tidak beraturan, menggambarkan garis – garis tersebut merupakan warna dalam hidup kita. Bagai menegakkan benang basah, sebagian orang meyakini hal ini. Atau sebaliknya, bagai memasukkan benang pada lingkar jarum. Intinya semua orang berbeda – beda persepsinya tergantung bagaimana dia menyikapinya. Diarahkan pada hal – hal positif, atau negatif hasil maupun proses, tentunya mereka sendiri yang lebih tahu.

Menyikapi berbagai clue tentang garis – garis tersebut, psikolog Amerika Rollo May berpendapat bahwa manusia hidup pada masa ini, dan akan bertanggung jawab pada kehidupan selanjutnya. Melalui pemahaman humanistik dia percaya bahwa manusia berpotensi untuk mengarahkan kehidupannya untuk bergerak  jlebih baik. Terpisah konsep eksistensialisme berkaitan erat dengan teori-nya. Eksistensialisme merupakan sesuatu untuk muncul atau menjadi, esensi implikasi substensi statis dan tidak dapat dirubah kembali.

Kembali pada garis – garis tersebut, oleh Rollo May mengkonspsikannya pada being- in the world.Tiga dimensi berikut mewakili humanistik eksistensial Rollo May:


  1. Unwelt, lingkungan sekitar kita, merupakan hubungan seseorang denagn dunianya.
  2. Mitwelt, hubungan dengan orang lain’.
  3. Eigenwelt, hubungan dengan diri sendiri

Melalui ketiganya, manusia akan tergerak atau termotivasi untuk mencari jawaban tentang arti kehidupan. Melalui lingkungan sekitar, kita akan lebih mengetahui tentang alam dan tanggung jawab kita sebagai pemimpin di muka bumi. Dengan menyelasraskan dengan alam kita akan lebih tahu posisi kita sebagai manusia. Selanjutnya melalui hubungan dengan orang lain, kita akan lebih mengetahui interaksi denagn sesama. Karena disadari atau tidak manusia membuuhkan peran yang lainnya. Setelah mengenal sekitar dan orang lain, kita akan lebih menegtahui tentang pemaknaan dalam diri. Melalui pemaknaan, seseorang cenderung lebih mengetahui untuk apa dia hidup.

Intinya, manusia mempunyai kadar yang setara antara kebebasan dan tanggung jawab.  Kebebasan dalam arti  seperti yang diungkapkan May, merupakan kapasitas sesorang untuk mengetahui bahwa ia adalah orang yang menentukan (takdir).  Artinya, manusia bergerak untuk bertindak atas pilihan yang dibuat (eksistensi) dan mempertimbangkan setiap aspek yang lebih mendalam tentang keberadaan (esensi).

Sementara, pertanyaan timbul ketika seseorang lebih condong pada masa lalu-nya. Bagaimana kita menyikapinya? Kembali pada sudut pandang Eksistensialisme, pandangan masa lalu merupakan gambaran, akan menjadi tolak ukur manusia bertindak dengan kesadaran dirinya, dan bertanggung jawab pada tindakannya. Untuk memperolehnya manusia dituntut untuk melepaskan kecemasan. Artinya kita tidak dapat menyalahkan guru, teman, keadaan atau bahkan Tuhan. Seperti yang diungkapkan Sarte, manusia bukanlah apa – apa selain apa yang ia bentuk atas dirinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline