Lihat ke Halaman Asli

Kholil Rokhman

IG di kholil.kutipan

Bercermin ke Tevez, Belajar Menghargai Masa Lalu

Diperbarui: 11 Juli 2017   23:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masa lalu adalah bagian dari kehidupan seseorang. Ada yang menimbun dalam-dalam masa lalunya  karena membuat trauma luar biasa. Namun, ada juga orang yang menghargai masa lalunya. Sebab, masa lalu bisa berdampak pada keberhasilan masa depan. 

Mungkin pendapat kedua itulah yang membuat pesepak bola asal Argentina, Carlos Tevez tak mau menutup masa lalunya. Dia malah belajar banyak dari masa lalunya. Carlos Tevez lahir pada 5 Februari 1984 dengan nama lengkap Carlos Alberto Martinez. Dia lahir di daerah Ciudadela, yang dikenal dengan Fuerta Apache. Karena itulah Tevez mendapatkan julukan El Apache, sesuai dengan daerah dia lahir. 

Ayahnya adalah Juan Alberto Cabral dan ibunya adalah Fabiana "Trina" Martnez. Namun, kedua orangtuanya memberikan Tevez pada pasangan Adriana Noem Martnez-Segundo Raimundo Tvez. Adriana adalah adik dari ibu kandung Tevez. Nama Tevez itu kemudian muncul berdasarkan nama dari ayah angkatnya. 

Pada situs FIFA, Tevez pernah berujar jika daerahnya adalah daerah yang kental dengan narkotika dan pembunuhan. "Obat-obatan dan pembunuhan adalah bagian kehidupan yang saya lihat sehari-hari," katanya. 

Dia pun berkisah, jika dia memiliki teman karib bernama Dario Coronel. Coronel ini juga suka dengan sepak bola. Namun, jalan hidup kedunya berubah. Tevez terus memupuk impian sebagai pesepak bola dan Coronel malah terjun di dunia hitam. Alhasil, Coronel meninggal di usia 17 tahun. Tevez berujar, jika Coronel memilih menjadi pesepak bola, maka Coronel bisa menjadi pemain besar. 

Lalu, jika melihat leher Tevez, maka akan terlihat bekas luka. Luka itu karena saat kecil Tevez tersiram air mendidih. Akibarnya, dia harus dirawat intensif selama dua bulan. Kejadian itu sangat membekas pada Tevez. Tapi dia tak mau menghapusnya. 

Kala Boca Junior, klub yang dibela Tevez menawari agar Tevez menghapus bekas luka itu, Tevez menolaknya. Dia mengatakan, bahwa bekas luka itu adalah bagian kehidupannya di masa lalu yang memacu membuatnya menjadi bintang sepak bola. 

Kelak kemudian, ketika Tevez melalangbuana di Eropa, rasa rindu pada kampung halaman terus membuncah. Dia beberapa kali mengakui ingin pulang ke Argentina dan mengaku tak betah di Eropa. Hal itu khususnya terjadi saat dia berada di Manchester City. 

Bahkan, ketika dia menjadi bintang bagi Juventus selama dua musim, rasa kangen pada kampung halaman terus memburu. Akhirnya, dia memutuskan pergi dari Juventus sekalipun sebenarnya Juventus masih sangat ingin Tevez ada di skuat. 

Karier Tevez di Eropa cukup gemilang. Dia merasakan tiga gelar Liga Inggris bersama Manchester United (dua kali) dan Manchester City (sekali). Dia juga merasakan gelar Liga Champions bersama Manchester United pada 2008. Di Italia, Tevez merasakan juara Liga Italia dua kali bersama Juventus. Dia juga turut membawa Juventus lolos ke final Liga Champions 2015, namun sayangnya Juventus kalah 1-3 dari Barcelona. 

Puluhan gelar indvidu juga dia torehkan saat bermain di beberapa klub. Salah satunya yang paling bergengsi adalah menjadi topskor Liga Inggris musim 2010-2011 dengan 20 gol. Saat itu, Tevez mendapatkan gelar tersebut berbagi dengan penyerang Manchester United, Dimitar Berbatov. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline