Lihat ke Halaman Asli

Kholil Rokhman

IG di kholil.kutipan

Argentina 1986, Pelopor Skema Sepak Bola 3-5-2

Diperbarui: 4 Juli 2017   09:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Skema permainan sepak bola berkembang sedemikian rupa. Pada dekade 90-an sampai pertengahan 2000-an, skema 4-4-2 jadi primadona. Skema permainan itu memungkinkan adanya dua striker dengan karakteristik yang berbeda.

Satu striker adalah pencetak gol dan satu striker adalah penggedor pertahanan lawan. Dengan skema ini, maka tak aneh jika ada striker langganan sebuah tim, tapi dia tak mahir mencetak gol. Tengok saja Emile Heskey yang bermain di Timnas Inggris. Pemain ini nyaris tak tergusur dalam waktu yang lama sekalipun dia jarang mencetak gol.

Tugas Heskey adalah memporak-porandakan pertahanan lawan dan membuat pertahanan lawan pecah konsentrasi. Kemudian, penyerang murni lah yang akan memanfaatkannya. Saat Argentina main di Piala Dunia 1998, ada juga nama Claudio Lopez. Pemain ini juga tak terlalu banyak mencetak gol, tapi kebutuhan skema 4-4-2 membuatnya sering dimainkan. Dia mendampingi Gabriel Batistuta.

Beberapa waktu belakangan ini, banyak tim baik itu klub atau timnas, yang memakai striker tunggal di depan dan ditopang dua pemain yang lebih aktif menyisir di sayap. Barcelona menggunakan skema 4-3-3 tersebut. Luis Suarez dijadikan target man, sementara Messi dan Neymar membantu di sisi sayap. Ada kalanya juga Neymar dan Messi ikut membobol gawang lawan jika Suarez buntu.

Madrid juga melakukan hal serupa. Karim Benzema diposisikan sebagai penyerang tengah, dengan Ronaldo dan Bale menyisir di sayap. Tapi, adakalanya juga Ronaldo dan Bale mampu mencetak gol jika Benzema buntu.

Saat Jerman juara Piala Dunia 2014, mereka juga memakai striker tunggal kala final, yakni Miroslav Klose. Pemain ini ditopang tiga pemain dengan kemampuan menyerang yang bagus, yakni Thomas Muller, Mesut Ozil, dan Toni Kroos. Argentina, lawan Jerman di final, juga memakai satu stiker, Gonzalo Higuain. Adapun Messi diposisikan agak di belakang Higuain.

Saat final Euro 2016, Prancis juga memakai satu penyerang yang jadi tukang gedor, yakni Olivier Giroud. Sementara, Antoine Griezmann lebih ke belakang untuk menopang Giroud. Portugal, lawan Prancis, di akhir laga juga memakai satu striker, yakni Eder, pemain yang kemudian jadi pencetak gol tunggal kemenangan Portugal.  

Namun, sebelum semua skema di atas jadi favorit, dulu di dekade 80-an, ada skema permainan 3-5-2. Skema ini menguatkan lini tengah karena menumpuk lima pemain. Dengan dua di antaranya harus aktif naik turun di posisi sayap.

Di posisi belakang, ada pemain yang bertugas sebagai libero, di mana dia menjadi pemain terakhir sebelum kiper yang jadi andalan menjaga pertahanan. Timnas Indonesia di dekade 90-an, sering menggunakan skema seperti ini. Sebab, skema ini mengamankan lini pertahanan agar tak rapuh. Sebab, ada tiga pemain yang jadi andalan di lini belakang.

Lalu, siapa gerangan yang memelopori skema 3-5-2 ini. Dialah Carlos Bilardo, pelatih Argentina. Bilardo menggunakannya pada Piala Dunia 1986, di mana saat itu, Argentina menjadi juaranya.

Bilardo mengawali skema ini pada 1984, atau dua tahun sebelum Piala Dunia 1986. Saat itu, Argentina melakukan tur ke Eropa. Hasilnya memang jeblok. Dari 15 laga, Argentina hanya menang tiga kali. Kemudian, wartawan menilai jika Bilardo salah strategi. Namun, dia bersikukuh bahwa skema itulah yang akan dia pakai untuk Timnas Argentina.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline