NASIB NELAYAN DI TENGAH POROS MARITIM DUNIA
Membedah RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam
Dalam Nawa Cita Pemerintahan Jokowi-JK bertekad menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Visi ini tentu patut diapresiasi, karena sebagai negara kepulauan dengan wilayah perairan yang luas, potensi sumber daya alam yang besar dan letaknya yang strategis (berada di persilangan dua samudera, Hindia dan Pasifik), memang sudah seharusnya Indonesia menjadi poros maritim dunia.
Sebagai negara yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau, Indonesia harus menyadari dan melihat dirinya sebagai bangsa yang identitas, kemakmuran dan masa depannya sangat ditentukan oleh bagaimana kita mengelola samudera. Sebagai negara maritim yang memiliki luas lautan yang mencapai 3,25 juta KM persegi atau 63 % dari wilayah Indonesia, saatnya sektor perikanan menjadi urat nadi kedaulatan pangan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Visi poros maritim dunia maupun target kedaulatan pangan yang berbasis pada sumber daya kelautan seharusnya berbanding lurus dengan kesejahteraan pelakunya yaitu nelayan. Hal ini karena salah satu pilar poros maritim adalah komitmen menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama. Dalam konteks ini nelayan sebagai pelaku penting ekonomi kelautan tidak boleh dikesampingkan, sebaliknya justru harus menjadi subyek penting yang harus berdaya.
Kita harus bergembira karena peningkatan produksi perikanan terus digulirkan pemerintah. Dari tahun ke tahun, target produksi perikanan terus meningkat. Tahun ini, produksi perikanan ditargetkan 24,82 juta ton. Sedangkan tahun 2016, target produksi perikanan mencapai 25,91 juta ton. Demikian juga target konsumsi ikan juga terus meningkat seiring pertumbuhan populasi dan kebutuhan pangan. Tahun ini, konsumsi ikan nasional ditargetkan 40 kg per kapita, sedangkan tahun 2016 ditargetkan 43,88 kg per kapita. Tahun 2019 pemerintah menargetkan konsumsi ikan nasional mencapai 50 kg per kapita.
Namun sayang, peningkatan target produksi dan konsumsi ikan tersebut, belum sejalan dengan peningkatan kesejahteraan nelayan. RPJM 2015-2016 juga masih terjebak pada pola pikir peningkatan produksi semata, namun mengabaikan nasib produsennya. Ukuran keberhasilan pangan selama ini hanya aspek produktifitas, sementara pelaku utama kedaulatan pangan yakni petani dan nelayan, justru menyumbang angka kemiskinan terbesar. Sekitar 98,7 persen dari total nelayan Indonesia yang berjumlah 2,7 juta orang merupakan nelayan kecil. Kapal nelayan Indonesia didominasi ukuran di bawah 30 GT. Adapun kapan ikan besar di atas 30 GT hanya 5.329 unit. Itu artinya, sebagian besar nelayan Indonesia adalah nelayan kecil yang masih didera oleh kemiskinan dan ketertinggalan. Di sinilah negara harus hadir untuk melindungi dan memberdayakan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam sebagai pelaku utama ekonomi kelautan.
Untuk itu kehadiran Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam menjadi sangat urgen dan strategis. Pembentukan regulasi ini diharapkan akan menjadi langkah transformasi yang penting bagi peningkatan kesejahteraan nelayan sebagai salah satu pilar dan prasyarat mutlak untuk mewujudkan mimpi tentang poros maritim dunia. Pemberdayaan dan perlindungan nelayan dan pelaku utama lain di sektor kelautan juga merupakan faktor penting untuk mewujudkan kedaulatan pangan, yang tak sekadar berporos pada pemenuhan pangan semesta negeri, tetapi juga menyejahterakan pelakunya.
Berangkat dari latar belakang itulah Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR RI memandang RUU tersebut harus segera dibahas dan disahkan. Untuk menyempurkan RUU tersebut diperlukan kajian yang matang dan mendalam tentang berbagai persoalan yang melingkupi dunia nelayan dan masalah-masalah di sektor perikanan dan kelautan kita.
Untuk itu diperlukan keterlibatan masyarakat luas terutama stakeholders kelautan dan perikanan, untuk memberi masukan dan perspektif guna menyempurnakan RUU tersebut. Hal ini agar pembentukan regulasi tentang pemberdayaan dan perlindungan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam ini mampu menjawab berbagai perkembangan dan kebutuhan masyarakat untuk mewujudkan pembangunan kelautan dan perikanan yang adil dan menyejahterakan.
Sebagai partai yang konsen terhadap kaum marginal, PKB sangat peduli terhadap pemberdayaan nelayan dan pelaku kecil lain di sektor kelautan dan perikanan. Untuk itulah FPKB telah turut menginisiasi pembentukan RUU Nelayan tersebut dan mendorong ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2016.